Rabu, 03 Desember 2014

GAMBARAN PATOLOGI ANATOMI BRUCELLOSIS

PATOLOGI SISTEMIK VETERINER
GAMBARAN PATOLOGI ANATOMI BRUCELLOSIS











OLEH :
Erena Hajar Kartika                                        1209005064
Agatha Serena Tobing                                    1209005066
R.A.C Noorputri A S                                      1209005067
Bianca Violanda Junus                                   1209005069
I Made Wira Diana Putra                                1209005085
I. B. Agung Dimas Kusuma Darma                1209005087




DENPASAR
2014



KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan paper ini tepat pada waktunya.
Paper  ini bertujuan membantu mahasiswa Kedokteran Hewan untuk lebih mendalami dan mengetahui tentang Patologi Anatomi Brucellosis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung dan membantu dalam penyelesaian paper ini.Penulis juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk menyempurnakan paper ini.Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

                                               

Denpasar, 29 November 2014


Penulis




DAFTAR ISI

COVER................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang............................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................... 1
1.3. Tujuan ............................................................................................................ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.   Definisi.......................................................................................................... 2
2.2.   Epidemiologi................................................................................................. 2
2.3.   Gejala Klinis.................................................................................................. 4
2.4.   Patologi Anatomi.......................................................................................... 5
2.5.   Diagnosa Banding ........................................................................................ 8
KESIMPULAN ................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 11



DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 abortus pada sapi.................................................................................. 6
Gambar 2 lesi di testis domba yang disebabkan B. Ovis...................................... 7
Gambar 3 epidimititis dan orchititis...................................................................... 7
Gambar 4 Orchitis pada anjing disebabkan B. Canis............................................ 8






BAB I

PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Brucellosis merupakan penyakit bakterial yang utamanya menginfeksi sapi, kerbau, kambing, domba, dan babi. Penyakit ini juga dapat menyerang berbagai jenis hewan lainnya dan ditularkan ke manusia atau bersifat zoonosis. Pada hewan betina, penyakit ini menyebabkan terjadinya aborsi dan retensi plasenta, sedangkan pada jantan dapat menyebabkan orchitis dan infeksi kelenjar aksesorius. Brucellosis pada manusia dikenal sebagai undulant fever karena menyebabkan demam yang undulans atau naik-turun. Di Indonesia, Brucellosis paling umum ditemukan pada ternak sapi dan sering dikenal sebagai penyakit Keluron Menular.
Agen penyebab brucellosis pertama kali diisolasi oleh Bruce pada tahun 1887 dari manusia. Pada saat itu bakteri temuannya disebut Micrococcus melitensis, namun kemudian dikenal sebagai Brucella melitensis. Pada tahun 1897, Bang dan Stribolt mengisolasi bakteri serupa, yaitu Brucella abortus, dari sapi yang menderita penyakit Keluron Menular. Meskipun tingkat kematian akibat brucellosis adalah kecil, namun penyakit ini sangat penting secara ekonomi. Pada ternak secara umum, kerugian yang paling nyata adalah aborsi, stillbirth, dan kemajiran, baik sementara maupun permanen. Pada ternak perah, selain kegagalan kebuntingan penyakit ini juga mengakibatkan penurunan produksi susu.

1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana Patologi Anatomi terhadap penyakit Brucellosis pada hewan?

1.3. Tujuan
Mengetahui Patologi Anatomi penyakit Brucellosis pada hewan




BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1. Definisi
Brucellosis merupakan penyakit bakterial yang utamanya menginfeksi sapi, kerbau, kambing, domba, dan babi. Brucellosis disebabkan oleh bakteri genus Brucella. Brucella merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang dengan panjang 0,5 – 2,0 mikron dan lebar 0,4 – 0,8 mikron. Bakteri ini non-motil, tidak berspora, dan bersifat aerob. Brucella merupakan parasit intraseluler fakultatif. Pada lingkungan yang hangat dan lembab seperti di Indonesia, bakteri Brucella dapat bertahan hingga berbulan-bulan di lingkungan. Brucella memiliki 2 jenis antigen, yaitu antigen M dan antigen A. Brucella melitensis memiliki lebih banyak antigen M dibandingkan antigen A, sedangkan B. abortus dan B. suis sebaliknya. Brucella mempunya antigen bersama (common antigen) dengan beberapa bakteri lainnya seperti Campylobacter fetus dan Yersinia enterocolobacter.

2.2. Epidemiologi
a)    Inang
Brucellosis umumnya menginfeksi sapi, kerbau, kambing, domba, dan babi. Brucellosis pada sapi dan kerbau utamanya disebabkan oleh Brucella abortus, namun infeksi oleh B. suis dan B melitensis juga kadang dapat ditemukan. Pada babi, brucellosis disebabkan oleh Brucella suis. Brucellosis pada kambing dan domba disebabkan oleh B. melitensis dan B. ovis, sedangkan pada kuda oleh B. abortus dan B. suis. Pada anjing, brucellosis utamanya disebabkan oleh B. canis, bila ditemukan infeksi oleh B. abortus, B. suis, atau B. melitensis maka hal tersebut umumnya berkaitan dengan adanya infeksi brucellosis pada ternak di sekitarnya.
b)   Cara penularan
Brucellosis ditularkan melalui ingesti bakteri yang terdapat dalam susu, fetus abortus, membran fetus, dan cairan uterus atau kopulasi dan inseminasi buatan. Pada sapi jantan, bakteri ini dapat ditemukan dalam semen yang dihasilkan. Pada domba, brucellosis juga diketahui dapat ditularkan antar domba jantan melalui kontak langsung. Infeksi biasanya tahan lama pada domba jantan dan B. ovis akan diekskresikan dalam persentasi yang tinggi secara intermiten selama kira-kira 4 tahun. Brucellosis dapat ditularkan ke manusia melalui konsumsi susu segar dan produk susu dari hewan yang terinfeksi atau kontak langsung dengan sekresi, ekskresi, dan bagian tubuh hewan yang terinfeksi, seperti jaringan, darah, urin, cairan vagina, fetus abortus, dan plasenta.
 
c)    Kejadian di dunia dan Indonesia
Brucellosis tersebar secara luas di seluruh dunia. Sebagian besar negara maju sudah berhasil mengendalikan penyakit pada ternak dan hewan kesayangan, namun masih kesulitan mengeradikasi brucellosis pada populasi satwa liar. Hanya ada satu negara yang berhasil membebaskan diri dari brucellosis, yaitu Irlandia pada Juli 2009. Brucellosis pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun 1953. Sejak itu reaktor brucellosis telah ditemukan secara luas di pulau-pulau besar di Indonesia, seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Pulau Timor, kecuali Bali.
Pada tahun 2002, pulau Bali dinyatakan bebas historis penyakit brucellosis melalui Keputusan Menteri Pertanian No. 443/Kpts/TN.540/7/2002, sementara pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat, dinyatakan bebas penyakit brucellosis melalui program pemberantasan dalam Keputusan Menteri Pertanian No. 444/Kpts/TN.540/7/2002.
Di tahun 2009, Provinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi, dan Kepulauan Riau dinyatakan bebas dari penyakit brucellosis pada sapi dan kerbau melalui Keputusan Menteri Pertanian No. 2541/Kpts/PD.610/6/2009 dan pulau Kalimantan juga dinyatakan bebas dari penyakit brucellosis pada sapi dan kerbau melalui Keputusan Menteri Pertanian No. 2540/Kpts/PD.610/6/2009.

d)   Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko penyebaran brucellosis adalah pemasukan hewan terinfeksi atau carrier ke dalam peternakan, lingkungan, kandang, dan peralatan yang teinfeksi, serta manusia.

2.3. Gejala Klinis
a)      Sapi
Aborsi adalah adalah gejala utama brucellosis pada sapi betina. Infeksi juga dapat menyebabkan kelahiran pedet yang lemah (stillbirth), retensi plasenta, dan penurunan produksi susu. Pada sapi jantan, infeksi dapat terjadi pada vesikula, ampula, testis dan epididimis. Testis juga dapat mengalami abses. Infeksi yang menahun dapat mengakibatkan terjadinya arthritis.

b)      Domba dan Kambing
Infeksi brucellosis pada kambing dan infeksi B. melitensis pada domba menyebabkan gejala yang mirip dengan sapi. Namun, infeksi B. ovis menghasilkan gejala penyakit yang spesifik untuk domba, hewan jantan akan menderita epididimitis dan orchitis yang akan sangat mempengaruhi fertilitasnya. Pada hewan betina, penyakit ini biasanya menyebabkan aborsi pada kebuntingan umur 4 bulan. Selain itu dapat juga ditemukan placentitis serta kematian perinatal. Pada pejantan, kelainan pertama yang mungkin terdeteksi adalah penurunan kualitas semen yang dihasilkan, dimana banyak terkandung sel-sel radang dan mikroorganisme. Kambing jantan dapat menderita arthritis dan orchitis.

c)      Anjing
Gejala utama adalah aborsi pada trimester terakhir kebuntingan yang biasanya diikuti dengan keluarnya cairan dari vagina yang berkepanjangan. Anjing yang terinfeksi dapat mengalami limfadenitis dan pada jantan seringkali terjadi pula epididimitis, periorchitis, dan rostatitis.

d)     Babi
Gejala klinis brucellosis pada babi mirip dengan gejala pada sapi dan kambing. Gejala yang umum muncul adalah aborsi, sterilitas sementara atau permanen, orchitis, kepincangan, paralisis posterior, spondylities, dan terkadang dapat juga terjadi metritis dan pembentukan abses pada ekstrimitas atau bagian lain dari tubuh. Kejadian aborsi dapat berkisar antara 0 – 80% dan dapat terjadi pada awal kebuntingan sehingga tidak terdeteksi. Hewan yang demikian akan segera kembali ke siklus estrusnya. Timbulnya sterilitas adalah umum dan itu dapat menjadi satu-satunya gejala klinis yang timbul. Oleh karena itu, bila ada sterilitas dalam sekelompok hewan maka brucellosis akan menjadi kecurigaan utama.

e)      Kuda
Pada kuda, gejala utama yang paling umum ditemukan adalah bursitis suppuratif. Keadaan ini dikenal juga sebagai fistulous withers atau poll evil. Terkadang, aborsi juga dapat ditemukan.

2.4. Patologi Anatomi
a)      Sapi


Gambar 1 abortus pada sapi
Fetus aborsi dapat tampak normal, mengalami autolisis, atau oedema subkutan dan cairan serosanguineus dalam rongga tubuhnya. Limpa dan/atau hati dapat mengalami pembesaran dan pada paru-paru dapat ditemukan pneumonia dan pleuritis fibrous. Kejadian aborsi fetus pada betina terinfeksi umumnya disertai dengan plasentitis, dimana kotiledon dapat tampak merah, kuning, normal, atau nekrotik. Daerah interkotiledon dapat tampak basah dengan penebalan fokal. Dapat juga ditemukan eksudat pada permukaannya.
Lesio purulen hingga granulomatosa dapat ditemukan pada saluran reproduksi jantan maupun betina, kelenjar mamae, limfonodus supramamari, jaringan limfoid lainnya, tulang, sendi, serta jaringan dan organ lain. Endometritis ringan hingga berat dapat ditemukan setelah kejadian aborsi dan pada hewan jantan dapat ditemukan epididimitis dan/atau orchitis unilateral atau bilateral. Higroma juga dapat ditemukan pada sendi karpalis, lutut, tarsalis, serta antara ligamentum nuchae dan os vertebrae thoracic pertama.




b)     Domba

Gambar 2 lesi di testis domba yang disebabkan B. ovis
Manifestasi utama penyakit pada jantan adalah lesio pada epididimis, tunika dan testis.Pada betina utamanya terjadi placentitis dan aborsi, selain itu dapat juga terjadi mortalitas perinatal pada anak domba. Lesio dapat terbentuk dengan cepat. Pembesaran epididimis dapat bersifat unilateral atau bilateral.Pembesaran lebih sering terjadi pada cauda epididimis dibandingkan caput atau corpus dan lesio yang paling jelas adalah terbentuknya spermatocele dengan berbagai ukuran yang mengandung cairan spermatik.Seringkali tunika menebal dan menjadi fibrous serta mengalami pelekatan.Testis dapat mengalami atropi fibrous, lesi yang demikian umumnya bersifat permanen.Dalam beberapa kasus, lesionya bersifat sangat jelas, namun ada juga kasus-kasus dimana bakterinya ada dalam semen dalam jangka waktu yang lama tanpa menunjukkan gejala klinis.Karena tidak semua pejantan terinfeksi mempunyai kelainan jelas pada jaringan scrotalnya dan tidak semua kasus epididimitis adalah karena brucellosis, maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

c)     Kambing

Gambar 3 epidimititis dan orchititis
Pada jantan dapat ditemukan epididimitis dan orchitis.Dapat ditemukan pembesaran epididimis unilateral atau bilateral dengan bagian kauda lebih sering mengalami kelainan dibandingkan kaput atau korpus.Dalam testis dapat terjadi atrofi fibrous.Tunika vaginalis menebal dan fibrous dan dapat terjadi perlekatan.Pada betina terinfeksi terkadang dapat ditemukan plasentitis.

d)    Anjing

Gambar 4 Orchitis pada anjing disebabkan B. canis
Fetus aborsi seringkali ditemukan mengalami autolisis sebagian dan memiliki tanda-tanda infeksi bakterial secara umum.Lesio pada fetus dapat berupa oedema subkutan, kongesti dan hemoragi subkutan pada daerah abdominal, cairan periotneal serosanguineus, dan lesio degeneratif pada hati, limpa, ginjal, dan usus.Pada anjing dewasa umumnya ditemukan pembesaran limfonodus, seringkali pada limfonodus retrofaringeal dan inguinal, namun limfadenitis secara umum juga dapat terjadi.Limpa seringkali ditemukan membengkak dan dapat memiliki konsistensi yang padat dan nodular.Dapat juga ditemukan hepatomegali.Pada jantan terinfeksi dapat ditemukan pula oedema scrotalis, dermatitis scrotalis, epididimitis, orchitis, prostatitis, atrofi testis, dan fibrosis testis.Pada betina dapat ditemukan metritis dan eksudat dari vagina.Pada beberapa kasus dapat juga ditemukan diskospondilitis, meningitis, ensephalitis fokal non-suppuratif, osteomyelitis, uveitis, dan abses dalam berbagai organ dalam.

2.5. Diagnosa Banding
a)      Sapi
Diagnosa banding brucellosis pada sapi adalah penyakit lain yang dapat menyebabkan aborsi atau epididimitis dan orchitis, seperti trichomoniasis, vibriosis, leptospirosis, listeriosis, infectious bovine rhinotracheitis dan mikosis.

b)      Domba dan Kambing
Diagnosa banding brucellosis pada kambing dan domba adalah penyakit lain yang dapat menyebabkan aborsi pada ruminansia kecil, terutama chlamydiosis dan coxiellosis atau penyakit lain yang dapat menyebabkan epididimitis dan orchitis, seperti Actinobacillus seminis, A. actinomycetemcomitans, Histophilus ovis, Haemophilus spp., Corynebacterium pseudotuberculosis ovis, dan Chlamydophila abortus. Lesio akibat trauma juga perlu dipertimbangkan.

c)      Anjing
Diagnosa banding brucellosis pada anjing diantaranya beta-hemolytic streptococci, Escherichia coli, Mycoplasma, Ureaplasma, Streptomyces, Salmonella, Campylobacter, canine herpesvirus, Neospora caninum dan Toxoplasma gondii.

d)     Babi
Diagnosa banding brucellosis pada babi adalah penyakit lain yang menyebabkan aborsi, orchitis, arthritis, paralisis posterior, dan kepincangan. Aborsi di babi dapat juga disebabkan oleh Aujeszky’s disease (pseudorabies), leptospirosis, erysipelas, salmonellosis, streptococcidiosis, classical swine fever and porcine parvovirus infection.



KESIMPULAN
Brucellosis merupakan penyakit bakterial yang utamanya menginfeksi sapi, kerbau, kambing, domba, dan babi. Penyakit ini juga dapat menyerang berbagai jenis hewan lainnya dan ditularkan ke manusia atau bersifat zoonosis. Pada hewan betina, penyakit ini menyebabkan terjadinya aborsi dan retensi plasenta, sedangkan pada jantan dapat menyebabkan orchitis dan infeksi kelenjar aksesorius. Brucellosis pada manusia dikenal sebagai undulant fever karena menyebabkan demam yang undulans atau naik-turun. Di Indonesia, Brucellosis paling umum ditemukan pada ternak sapi dan sering dikenal sebagai penyakit Keluron Menular.
Brucellosis ditularkan melalui ingesti bakteri yang terdapat dalam susu, fetus abortus, membran fetus, dan cairan uterus atau kopulasi dan inseminasi buatan. Pada sapi jantan, bakteri ini dapat ditemukan dalam semen yang dihasilkan. Pada domba, brucellosis juga diketahui dapat ditularkan antar domba jantan melalui kontak langsung. Infeksi biasanya tahan lama pada domba jantan dan B. ovis akan diekskresikan dalam persentasi yang tinggi secara intermiten selama kira-kira 4 tahun. Brucellosis dapat ditularkan ke manusia melalui konsumsi susu segar dan produk susu dari hewan yang terinfeksi atau kontak langsung dengan sekresi, ekskresi, dan bagian tubuh hewan yang terinfeksi, seperti jaringan, darah, urin, cairan vagina, fetus abortus, dan plasenta.



DAFTAR PUSTAKA
Center for Food Security and Public Health (CFSPH), Insititute for Interational Cooperation in Animal Biologics (IICAB), World Animal Health Organizatino (OIE), 2007. Brucellosis [Online] http://www.cfsph.iastate. edu/Factsheets/pdfs/brucellosis.pdf.
Direktorat Kesehatan Hewan. 2004. Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Brucellosis di Indonesia Khususnya Pulau Jawa. Disampaikan pada Pertemuan Evaluasi Pemberantasan Brucellosis di Surabaya 10-11 Desember 2004.
Food and Agriculture Organization (FAO). 2010. Surveillance of Porcine Brucellosis [Online] http://www.fao.org/docrep/006/y4723e/y4723e09.htm.
Merck Veterinary Manual. 2008. Brucellosis in Dogs: Introduction [Online] http://www.merckvetmanual.com/mvm/index.jsp?cfile=htm/bc/112200.htm.
Merck Veterinary Manual. 2008. Brucellosis in Large Animals [Online] http://www.merckvetmanual.com/mvm/index.jsp?cfile=htm/bc/toc_110500.htm.



Senin, 01 Desember 2014

PATOLOGI VETERINER SISTEMIK - PATOLOGI SISTEM REPRODUKSI HEWAN

PATOLOGI SISTEM REPRODUKSI HEWAN

Drh. I Ketut Eli Supartika, M.Sc., APVet

Balai Besar Veteriner Denpasar
Jl Raya Sesetan No. 266, Denpasar, Bali


Pendahuluan

Sistem reproduksi sangat penting artinya bagi kelanjutan generasi hewan. Penyebab gangguan sistem reproduksi pada hewan sangat komplek (virus, bakteri, jamur, protozoa, tumor, hormonal, nutrisi, dll). Untuk itu penanganan kasus kegagalan reproduksi pada hewan mesti ditangani secara menyeluruh dari berbagai aspek baik aspek epidemiologi penyakit, gejala klinis, patologi dan  didukung oleh hasil  pemeriksaan laboratorium.

Pada tulisan ini dibahas secara ringkas gambaran patologi (Patologi Anatomi dan Histopatologi) sistem reproduksi hewan yang sering dijumpai pada kasus-kasus di lapangan untuk memudahkan diagnosa penyakit yang terkait dengan sistem reproduksi hewan

A. Patologi reproduksi hewan betina.

Alat kelamin primer : ovarium (membentuk ova dan hormon)
Alat kelamin skunder ( oviduk, uterus, servik, vagina, vulva)

1. Ovarium dan salpinx.

Radang pada ovarium (ovariitis) dan salpinx (salpingitis) disebabkan oleh  kuman yang bersirkulasi secara hematogen dan juga infeksi ikutan dari radang peritonium.

Kista ovari sering ditemukan pada sapi dan kuda. Kebanyakan kista ini bersifat kongenital dan juga akibat defisiensi nutrisi. Tangkai kista dapat membelit kolon sehingga dapat menimbulkan kolik. Di lain pihak, kista folikel yang menetap dapat menimbulkan nimfomania (perpanjangan estrus) misalnya pada sapi dan anjing. Kista semacam ini dapat  menimbulkan pyometra.

Salpingitis penting artinya bagi reproduksi hewan betina. Sebab salpingitis dapat mengakibatkan lumen oviduk tertutup sehingga ovum tidak sampai di uterus yang dapat mengakibatkan majir. Disamping itu eksudat radang pada salpinx dapat membunuh spermatozoa.

Berdasarkan jenis eksudatnya, salpingitis dapat dibedakan menjadi: salpingitis kataralis yang disebabkan oleh kuman stapilococcus dan streptococcus dan salpingitis purulenta (pyosalpinx) yang disebabkan oleh kuman pyogenes (pembentuk nanah). Gambaran patologi lain yang dijumpai pada salpinx adalah: hidrosalpinx yaitu kista yang terbentuk di dalam salpinx yang berisi cairan bening.



2. Uterus.

Torsio uteri: uterus terpuntir. Penyebabnya adalah penggantung uterus tidak kuat atau akibat isi lambung/usus yang berlebihan. Gambaran patologi anatomi  yang dijumpai pada torsio uteri adalah: terjadingan pembendungan/kongesti uterus yang sangat jelas terlihat. Mukosa uterus berwarna merah kehitaman dan membengkak. Bagian yang terpuntir sangat anemik. Bagian serosa juga berwarna merah kehitaman.

Ruptur uteri: penyebabnya adalah adanya kontraksi uterus yang sangat hebat, faktor mekanik, dan juga akibat distokia. Gambaran patologi anatomi ruptur uteri adalah: daerah serosa uterus terlihat suram kelabu kekuningan. Lumen uterus ditutupi oleh masa yang berwarna putih.

Metrorrhagia (perdarahan di dalam uterus). Penyebabnya adalah lesi traumatik pada saat hewan melahirkan.

Radang uterus.

Radang uterus dapat dibagi menjadi 4 bagian sesuai dengan lokasi lesi yaitu:

1.   Endometritis : bila radang dijumpai pada lamina mukosa sampai ke lamina propria.
2.   Metritis: bila radang uterus meluas sampai ke lamina muskularis.
3.   Perimetritis: bila radang dijumpai pada bagian serosa dan subserosa uterus.
4.   Parametritis : radang yang melibatkan uterus dan jaringan sekitarnya, terutama penggantung uterus.

Penyebab radang uterus dapat berupa kuman-kuman yang berasal dari bagian lain alat reproduksi (vagina, kandung kemih, dll), kuman komensal yang ditemukan di dalam uterus seperti: Streptococcus sp, kuman-kuman pyogenes. Perubahan hormonal, misalnya saat hewan birahi juga dapat menimbulkan peradangan pada uterus. Faktor mekanik sesudah beranak juga bisa menyebabkan radang uterus.

Gambaran patologi anatomi yang dapat diamati pada radang uterus adalah: uterus membengkak, selaput lendirnya berwarna kemerahan dan berisi eksudat. Sedangkan pada pengamatan mikroskopik (histopatologi) sel-sel radang dapat ditemukan pada lamina propria mukosa. Pada radang yang bersifat akut sela radang utamanya adalah sel-sel limfositik, sel plasma dan histiosit.

Diagnosa endometritis pada hewan yang masih hidup dapat dilakukan dengan pemeriksaan biopsi mukosa uterus secara : histopatologi dan bakteriologi.



3. Pyometra.

Yakni tertimbunnya nanah di dalam uterus yang disebabkan oleh flora normal yang hidup di uterus menjadi patogen akibat pengaruh hormonal. Pyometra sering dijumpai pada sapi dan anjing.

Gambaran patologi anatomi yang dijumpai pada kasus pyometra adalah: uterus terlihat menbengkak berisi banyak nanah pada mukosanya (tidak berbau), selaput lendir uterus sangat kasar karena terjadi hiperplasia pada lamina mukosa uterus. Secara histopatologi epitel mukosa uterus mengalami erosi, didalam mukosa banyak diinfiltrasi oleh sel-sel neutrofil dan limfosit.

Pyometra dapat menyebabkan kematian akibat infeksi sekunder dan juga askibat intoksikasi atau septisemia yang berasal dari uterus.

4. Tumor pada uterus.

Jarang ditemukan. Kadang-kadang ditemukan karsinoma pada dinding uterus.

5. Vagina dan vulva.

Kelainan-kelainan yang sering ditemukan pada vagina dan vulva adalah vaginitis yang disebabkan oleh berbagai hal antara lain:

1.   Traumatik sata partus. Nekrosis  akibat luka traumatik dapat menimbulkan radang yang meluas ke daerah sekitarnya bahkan dapat menimbulkan peritonitis. Hewan dapat mati karena mengalami peritonitis akibat resorpsi dari toksin.
2.  Vaginitis juga dapat disebabkan oleh kuman-kuman seperti: Brucella sp, Vibrio foetus, Trichomonas fetus.

Tumor pada vagina dan vulva.

Tumor yang sering dijumpai pada vagina dan vulva terutama pada anjing adalah venereal sarcoma. Tumor ini menyerang semua jenis ras anjing yang biasanya dijumpai pada anjing-anjing yang sudah dewasa. Tumor bersifat soliter atau multiple seperti bunga kol berupa nodul dengan ukuran kecil sampai beberapa cm yang dijumpai pada bagian posterior vagina. Secara histopatologi dijumpai sel-sel tumor berupa sel-sel limfositik berbentuk ovoid, polihedral. Bentuk dan ukuran sel sama (uniform). Tumor membentuk stroma. Gambaran mitosis sering dijumpai.


B. Patologi reproduksi hewan jantan.

1. Skrotum (kulit pembungkus testis)

Kulit skrotum lebih tipis dibandingkan dengan kulit tubuh lainnya. Radang pada skrotum (Dermatitis skrotalis) sering disebabkan oleh: Dermathopilus congolensis, jamur dan ektoparasit (eg. Chorioptes sp)

Tunika vaginalis merupakan lapisan dalam dari skrotum. Radang tunika vaginalis merupakan ikutan dari penyakit TBC, limfadenitis kaseosa, juga dapat disebabkan oleh penyakit Bruselosis, Trypanosomiasis (Surra), periorchitis dan epididimitis.




2. Penis dan prepusium.

Kastrasi yang terlalu dini dapat menyebabkan hipoplasia pada penis dan prepusium. Radang pada glands penis (balanitis), prepusium (postthitis), penis dan prepusium (balanoposthitis).

Penyebab balanoposthitis.

1. Herpes virus
2. Corynebacterium renale
3. Haemophilus sunnus
4. Fungi/Clamidia
5. Protozoa

Infectious Bovine Rhinotracheitis-Infectious Pustular Vulvovaginitis (IBR-IPV)/Herpes virus.

Gambaran patologi anatomi: penis dan prepusium terlihat membengkak, edema, akumulasi nanah berwarna putih kebiruan. Glands penis mengalami erosi dan ulserasi. Secara histopatologi: dijumpai nekrosis epitel disertai infiltrasi sel-sel neutrofil dan limfosit pada daerah radang.

Ulserativ posthitis.

Penyebabnya adalah akibat ekskresi urine yang kaya dengan kandungan urea disertai dengan infeksi kuman Corynebacterium renale. Secara makroskopik (PA) daerah radang terlihat berwarna kekuningan. Epidermis mengalami nekrosis disertai ulserasi. Pada infeksi skunder, prepusium nampak membengkak berisi urine dan nanah.

3. Tumor pada penis dan prepusium.

1.   Fibropapilloma pada sapi: menyerang glands penis sapi yang berumur antara 1-2 tahun. Tumor berbentuk multiple dengan diameter beberapa cm serta berwarna pink. Secara histopatologi gamabran mitosis sangat jelas terlihat.
2.   Squamus cell papilloma pada kuda: Tumor jinak. Daerah tumor mengalami keratinisasi. Sel tumor kebanyakan berupa sel-sel limfoplasmasitik.
3.   Venereal sarcoma pada anjing: tumor dijumpai pada bagian prepusium, bersifat multiple atau single dengan diameter beberapa cm. Secara histopatologi sel-sel tumor bentuknya polyhedral, uniform, dengan gambaran mitosis yang sangat jelas.


4. Testes.

Hipoplasia testes :

Dapat menimbulkan kemajiran. Salah satu testes atau keduanya lebih kecil dari normal dan terasa lebih keras. Tergantung pada derjata hipoplasianya, hewan yang mengalami hipoplasia testes masih dapat menurunkan keturunan walaupun vertilitasnya kurang.

Secara histopatologi hipoplasia testes dapat mengakibatkan terganggunya tubuli semeniferi, aspermatogenesis sehingga sperma tidak terbentuk. Tubuli semeniferi dilapisi oleh beberpa lapisan epitel lembaga.

Cryptorchyd:

Yaitu tidak turunnya testes ke rongga skrotum. Penyebabnya faktor keturunan. Bisa bersifat unilateral atau bilateral. Kebanyakan kasus bersifat unilateral. Kejadian cryptochyd berkisar antara 1-10%. Tempat terjadinya cryptorchyd mungkin di kanalis inguinalis atau subkutan pada cincin inguinalis eksternal. Secara patologi anatomi testes nampak kecil, konsistensinya keras. Secara histopatologi ditemukan adanya fibrosis dan hipoplasia pada tunika albugenia.

Orchitis:

Yaitu radang pada testes. Secara umum disebabkan oleh: Streptococcus sp, Spatphylococcus sp, Corynebacterium pyogenes, E. Coli.

Dapat diklasifikasikan menjadi:

1.   Orchitis interstisialis : gambaran PA tidak jelas, namun secara histopatologi terlihat adanya infiltrasi sel-sel limfosit pada buluh semeniferi, tubulus rekti dan duktus efferensia.
2.   Orchitis intertubuler : gambaran PA tidak jelas. Gambaran histopatologinya adalah terlihat adanya reaaksi granulomatosa dengan infiltrasi sel-sel neutrofil, limfosit dan sel-sel datia pada tubuli semeniferi. Sel Sartoli mengalami hiperplasia dan kalsifikasi.
3.   Orchitis nekrotikan. Penyebabnya adalah infeksi penyakit Brusellosis, traumatik, iskemia. Periorchitis yang bersifat kronis dapat menimbulkan gangguan suplai darah sehingga terjadi nekrosis. Secara histopatologi dijumpai adanya nekrosis koagulatif yang dibatasi oleh sel-sel fibroblas (fibrosis) dengan infiltrasi sel-sel limfosit.



DAFTAR PUSTAKA.

Acland, H. M. (1995). Reproduction System: Female; Male. In: Thomson’s Special Veterinary Pathology. 2nd Ed. Mosby-Year Book, Inc. 11830 Westline Industrial Drive. St. Louis, Missouri 63146. NY. pp. 512- 560. 


Jubb, K.V.F., Kennedy, P.C and Palmer, N. (1985). Pathology of Domestic Animals. 3rd Ed. Vol. 3. Academic Press, Inc.1250 Sixth Avenue, San Diego, California 92101. pp. 306-459.