Jumat, 23 Mei 2014

Penyakit Viral yang Menyerang Unggas

1. NEWCASTLE DISEASE
Nama lain: Avian Fowl Pest, Pseudo Fowl Pest, Avian Pneumo-encephalitis, Avian Distemper Ranikhet, Tetelo atau Penyakit Sampar Ayam.
Etiologi :
Newcastle Disease disebabkan oleh Paramyxovirus-1 (PMV-1) dari famili Paramyxoviridae.
Bentuk virus bundar, polimorfis atau helixal simetri atau filamen memanjang. Ukuran partikel virus yang lengkap antara 100-300 nm, rata-rata 180 nm, tetapi ada pula virus yang berukuran lebih besar yaitu strain AF 2240 dengan diameter 150-600 nm.
Virus ND dibedakan menjadi 3 patotipe, yaitu tipe velogenik, mesogenik dan lentogenik.


Epidemiologi
Distribusi Geografis
ND ditemukan pertama kali di Jawa oleh Kraneveld pada tahun 1926, kemudian oleh Doyle berhasil mengisolasi virus ND dari wabah yang terjadi di Newcastle, Inggris pada tahun 1927. Sejak itu penyakit kemudian menyebar di dunia. Di Indonesia tersebar hamper di seluruh daerah dan bersifat enzootik.
Hewan Terserang
ND menyerang berbagai jenis unggas dan terjadi pada semua umur. Yang paling sering terserang adalah unggas peliharaan seperti ayam, kalkun, itik, ayam hutan, ayam mutiara dan puyuh relative tahan. Berbagai jenis burung juga dapat terserang seperti burung kakatua, burung beo, tekukur, betet, merak dan lain sebagainya.
Cara Penularan
Penyakit dapat ditularkan secara horizontal dan vertical. Penularan horizontal melalui kontak langsung dengan unggas sakit atau reservoir dan tidak langsung melalui peralatan atau bahan tercemar virus ND.
Penularan vertical sangat mungkin terjadi karena virus ND pernah diisolasi dari isi telur yang berasal dari telur-telur ayam tertular. Telur-telur tercemar selanjutnya dapat menularkan virus pada telur-telur lainnya di dalam mesin tetas.
Morbiditas dan Mortalitas
Ayam terserang ditandai dengan tingkat morbiditas sampai 100 %, mortalitas 50-100 % erutama yang disebabkan oleh virus ND ganas, 50 % oleh tipe mesogenik dan oleh lentogenik jarang menyebabkan kematian kecuali kalau disertai infeksi sekunder dapat mencapai 30 %.
Gejala Klinis
Masa inkubasi bervariasi dari 2-15 hari dengan rata-rata 5-6 hari. Gejala klinis tidak selalu spesifik untuk masing-masing bentuk penyakit seperti gejala pernafasan (pneumotropik), syaraf (neurotropik) dan intestinal (viscerotropik) yang timbul tergantung dari 3 faktor agen (strain, keganasan dan dosis virus) dan infeksi organism lain.
Ayam-ayam terserang kadang-kadang terjadi kematian mendadak, yang ditandai dengan gejala nafsu makan menurun, sesak nafas dan terlihat megap-megap, diare dan tinja putih kehijauan. Ayam mengalami dehidrasi atau kekurusan. Gejala syaraf berupa tremor, tortikolis, paralisa kaki dan sayap serta opistotonus. Ayam dengan gejala syaraf dapat mengalami kesembuhan, tetapi ayam dapat menjadi sumber penularan karena dapat mengeluarkan virus dalam tinjanya.
Diagnosa
Penyakit didiagnosa berdasarkan epidemiologi, gejala klinis, patologis, isolasi dan identifikasi virus. Antigen dalam cairan allantois telur ayam berembrio atau biakan sel dapat dideteksi dengan uji hemaglutinasi (HA) dan diidentifikasi dengan uji hambatan hemaglutinasi (HI) menggunakan antiserum virus ND.
Antigen dalam di dalam jaringan dapat dideteksi dengan Flourescent Antibody Technique (FAT), AGP,CIEP, serum netralisasi.
Diagnosa Banding
Penyakit yang menunjukkan gejala klinis yang mirip dengan ND yaitu penyakit dengan gejala pernafasan seperti Infectious Bronchitis (IB), Infectious Laryngotracheitis (ILT), Adenovirus, Chronic Respiratory Disease (CRD). Gejala syaraf mirip dengan Mareks, Avian Enchepalomyelitis (AE). Gejala pencernaan mirip dengan Gumboro, Salmonellosis atau Kolibasillosis.
Pencegahan dan Pemberantasan
Ayam sakit disingkirkan, dipotong atau dimusnahkan dengan dibakar atau ditanam. Kandang dan peralatannya didesinfeksi dengan formalin 2-5 % atau fumigasi dengan formalin dan kalium permanganat.
Cara efektif mencegah timbulnya ND adalah melakukan tindakan vaksinasi, baik pada anak ayam maupun ayam dewasa.

2. PENYAKIT GUMBORO
Nama lain: Infectious Bursal Disease (IBD), Avian nephrosis atau Avian Infectious Bursitis. Merupakan penyakit menular akut pada ayam berumur muda yang ditandai dengan peradangan berat bursa fabrisius dan bersifat immunosupresif yaitu lumpuhnya system pertahanan tubuh ayam yang mengakibatkan turunnya respon ayam terhadap vaksinasi dan ayam-ayam menjadi lebih peka terhadap pathogen lainnya.
Etiologi
Penyakit disebabkan oleh Birnavirus dari family Birnaviridae, termasuk satu grup dengan Infectious Pancreatic Necrosis Virus (IPNV) pada ikan, Drosophilla X Virus (DXV) pada serangga dan Tellinavirus pada kerang-kerangan.
Virus ini dikelompokkan ke dalam 2 serotipe berdasarkan uji netralisasi virus yaitu serotipe I dengan beberapa subtipe antigenik yang patogen pada ayam, serotipe II menginfeksi kalkun tanpa disertai gejala klinis.
Epidemiologi
Distribusi Geografis
Penyakit ini pertama kali dilaporkan terjadi di daerah Gumboro, Delawere Selatan, Amerika Serikat pada tahun1962 dan sejak itu pula penyakit kemudian dilaporkan di beberapa Negara seperti Inggris, Prancis, Italia, Spanyol, Jerman, Israel, Kuba, Swiss,Yugoslavia, Chad, Mauritania, Ghana, Nepal, Senegal, Irak, Australia, Jepang, India, Thailand, Malaysia, Singapura, Pilipina, dan Indonesia.
Di Indonesia dilaporkan pertama kali secara serologis di beberapa daerah seperti Surabaya, Semarang, Bogor dan Ujung Pandang. Kemudian pada tahun 1978 kasus penyakit ditemukan hamier di seluruh daerah di Indonesia terutama pada peternakan ayam ras.
Jenis Unggas Terserang
Semua jenis unggas peka terhadap Gumboro, tetapi yang paling sering dilaporkan terserang adalah ayam ras petelur dan broiler, meskipun ayam buras juga dapat terserang.
Ayam yang paling banyak terserang adalah kelompok umur 3 sampai 6 minggu, sedangkan ayam yang berumur kurang dari 2 minggu biasanya tidak menunjukkan gejala klinis tetapi dapat bersifat imunosupresif.
Cara Penularan
Penyakit ini sangat menular dan penularan terjadi melalui kontak langsung antara yang sakit dengan yang sehat. Disamping itu melalui ekskresi yang mencemari peralatan kandang dan alas kandang. Kandang tercemar menjadi sumber penularan yang potensial.
Virus ini tidak pernah dikeluarkan melalui saluran pernafasan, karena itu penularan melalui saluran pernafasan dianggap tidak potensial, demikian pula tidak terjadi penularan secara vertikal melalui telur.

Morbiditas dan Mortalitas
Ayam-ayam terserang Gumboro mempunyai tingkat morbiditas 40 sampai 60 % dan mortalitas bisa mencapai 2-31,8 % dengan rata-rata 7,78 % (broiler) dan 7,34 % (petelur). Tingkat mortalitas paling tinggi terjadi pada hari ke-4 dan ke-5 pascainfeksi dan kesembuhan terjadi setelah hari ke-5 sampai ke-12. Ayam-ayam yang sembuh akan memiliki antibody yang tinggi dan bertahan lebih dari 1 tahun serta tidak ada pengaruh terhadap respon vaksinasi ND dan produksi telur.
Gejala Klinis
Masa inkubasi penyakit pada kasus alami tidak jelas diketahui, sedangkan untuk infeksi percobaan masa inkubasi sangat pendek yaitu berlangsung antara 2-3 hari. Ayam-ayam terserang biasanya ditandai dengan gejala depresi, nafsu makan menurun, lemah, gemetar, sesak nafas, bulu-bulu merinding dan kotor terutama bulu-bulu didaerah perut dan dubur, selanjutnya diikuti dengan mencret, feses berwarna putih kapur dan kematian terjadi akibat dehidrasi.
Diagnosa
Gumboro dapat didiagnosa berdasarkan gejala klinis, epidemiologis, patologi, isolasi dan identifikasi virus. Beberapa uji serologis untuk menisolasi dan identifikasi virus berupa uji AGP, FAT, CIEP, Western Blotting Assay, SN dan ELISA.
Pencegahan dan Pemberantasan
Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 53/TN.520/DJP/DEPTAN/1991 penegasan tentang timbulnya wabah dan langkah-langkah pemberantasan yang dapat dilakukan mmeliputi:
1. Tahap Identifikasi, meliputi identifikasi wabah penyakit, strain ayam tertular, parent stock farm, unit farm tertular dan sumber penularan (uji kekebalan).
2. Tahap Pemberantasan. Ditujukan terhadap farm tertular dengan melakukan tindakan isolasi ayam-ayam yang sakit dan penutupan sementara farm.
3. Tahap Pengamanan dan konsolidasi. Ditujukan terhadap pengamanan konsumen meliputi pengamanan konsumsi daging dan telur, pengamanan potensi suplai ayam. Pengamanan terhadap peternakan ayam meliputi pemasukan ayam baru, lalu lintas dan vaksinasi rutin.
4. Vaksinasi, merupakan cara yang paling efektif untuk mencegah Gumboro. Ada 2 jenis vaksin yang biasa digunakan yaitu vaksin aktif atau hidup dan vaksin inaktif.

3. CHICKEN ANEMIA SYNDROME
Nama lain: Chicken Anemia Agent (CAA), Chicken Anemia Virus (CAV), Blue Wing Disease, Anemia Dermatitis Syndrome (ADS) merupakan penyakit yang sangat menular pada ayam, bersifat imunosupresif ditandai dengan meningkatnya mortalitas, atrofi organ hemopoietik dan jaringan limfoid lain serta perdarahan di bawah kulit dan otot. Penyakit ini juga sangat merugikan secara ekonomis karena terjadinya penurunan berat badan.
Etiologi
CAA disebabkan oleh Chicken Anemia Virus yang termasuk dalam grup Circovirus.
Materi genetik virus adalah sirkuler tersusun atas DNA beruntai tunggal (ss-DNA) dengan 2300 pasang basa (bp). Virus berukuran kecil dengan diameter 18-26,5 nm, tidak beramplop dan bentuknya ikosahedral. Virion mempunyai densitas di dalam cesium chloride (CsCl) bertingkat 1,33-1,36 g/ml.
Patogenesa
Pathogenesis CAA tidak diketahui dengan pasti, namun diketahui infeksi CAA didahului dengan masuknya virion ke dalam sel dengan cara absorpsi dan penetrasi. Selanjutnya virus bereplikasi di dalam inti sel yang dapat dideteksi dengan FAT setelah infeksi puncak. Perbanyakan virus di dalam sel MSB 1 adalah bervariasi tergantung intensitas pertumbuhan sel.
Epidemiologi
Distribusi Geografis
Chicken anemia syndrome pertama kali dilaporkan di Jepang tahun 1979. Sejak itu penyakit menyebar ke Negara-negara seperti Swedia, Jerman, Amerika Serikat dan Inggris. Secara serologis telah dibuktikan pula ayam-ayam komersial di Inggris, Irlandia Utara, Australia, beberapa Negara Eropa, Afrika dan Asia.
Jenis Unggas Terserang
Penyakit ini diketahui hanya menyerang ayam dan semua umur peka, tetapi kepekaan cepat menurun setelah berumur 2-3 minggu. Hal ini ada kaitannya dengan peranan imunitas humoral sebagai suatu peranan yang krusial. Ayam-ayam yang terinfeksi pada umur 28 hari atau 45 hari menghasilkan respon titer antibody yang cepat dengan titer tinggi dibandingkan dengan ayam yang terinfeksi pada umur 1 hari.
Cara Penularan
Penularan vertical dari induk ke anak adalah penularan yang paling penting. Penularan ini berlangsung selama 3-6 minggu. Sedangkan dari hasil infeksi percobaan terjadi 8-14 hari. Ayam-ayam budidaya terserang tidak menunjukkan gejala klinis yang jelas, hanya terjadi penurunan produksi telur, daya tetas atau fertilitas tetapi gejala klinis terjadi pada keturunannya.
Morbiditas dan Mortalitas
Kelompok ayam terserang CAA mempunyai tingkat morbiditas tinggi dan mortalitas mencapai 60 % terutama padda flok broiler, rata-rata 5-10 %. Mortalitas tinggi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu strain virus yang virulen, dosis dan cara infeksi, adanya infeksi pathogen seperti virus mareks, Gumboro dan bahan kimia yang imunosupresif seperti betamethasone atau siklosporin A.
Gejala Klinis
Masa inkubasi pada infeksi alami tidak diketahui dengan pasti. Pernah dicatat pada hari ke-12 kemudian meningkat setelah anak ayam berumur 3-4 minggu. Pada infeksi percobaan gejala klinis timbul setelah 10-14 hari dan kematian mulai terjadi setelah 12-14 hari. Secara percobaan menunjukkan bahwa anak ayam umur 1 hari tanpa antibody maternal diinfeksi dengan CAA melalui intra muskuler timbul gejala klinis dengan jumlah kematian tinggi, anemia hebat dan perdarahan di seluruh tubuh.
Diagnosa
Penyakit dapat didiagnosa berdasarkan epidemiologis, gejala klinis, patologis, isolasi dan identifikasi virus. Berbagai uji untuk mengidentifikasi virus yaitu uji netralisasi virus, ELISA menggunakan antibody monoklonal, uji Indirect immunoflourescence (IIF) dan Immunoperoxidase (IP) menggunakan antibody poliklonal, dan PCR.
Diagnosa Banding
Ada beberapa penyakit unggas yang gejalanya sangat mirip dengan Chicken Anemia Syndrome yaitu inclusion body hepatitis (IBH) yang juga menyebabkan anemia, penyakit Mareks dan Gumboro menyebabkan atrofi jaringan limfoid dengan lesi histologist tipikal, tetapi tidak menyebabkan anemia. Keracunan sulfonamide dosis tinggi atau mikotoksin seperti aflatoxin dapat menyebabkan anemia aplastik dan sindroma hemoragi.
Pencegahan dan Pemberantasan
Ayam yang sakit dipisahkan dengan yang sehat untuk mencegah penularan lebih lanjut. Pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
Pencegahan dapat dilakukan dengan pelaksanaan vaksinasi pada breeder umur 18-18 minggu agar keturunannya memiliki antibodi maternal yang dapat melindunginya dari serangan CAS sampai umur 6 minggu. Vaksinasi dapat menggunakan vaksin inaktif dalam adjuvant atau vaksin aktif yang telah dilemahkan.

4. INFECTIOUS BRONCHITIS
Nama lain: Infectious Avian Nephrosis, Infectious Bronchitis Nephritis atau Uremia, merupakan penyakit yang sangat menular pada ayam yang ditandai dengan penurunan produksi dan kualitas telur. Kerugian ekonomi yang diakibatkan cukup besar apalgi jika diperparah oleh infeksi sekunder Mycoplasma spp atau E. coli.
Etiologi
Agen penyebab IB adalaah virus IB yang dimasukkan ke dalam genus Coronavirus dari family Coronaviridae.
Materi genetik virus tersusun atas RNA beruntai tunggal (ss-RNA) yang di sebelah luarnya dilapisi oleh capsid dan amplop.
Patogenesa
Masa inkubasi penyakit ini sangat pendek antara 18-36 jam. Bentuk respirasi ditandai dengan tracheitis dan bronchitis akibat pertambahan banyaknya virus di dalam mukosa, selanjutnya dalam trachea, saluran hidung dan sinus terdapat eksudat serus, katarhal atau caseus.
Epidemiologi
Distribusi Geografis
Infectious Bronchitis pertama kali dilaporkan oleh Schalk dan Hawn pada tahun 1930 di North Dakota, Amerika Serikat. Setelah itu penyakit tersebar di beberapa negara bagian di Amerika Serikat dan Negara lainnya seperti Jepang, Kanada, Singapura, Srilanka, Nepal, Papua New Guinea, Pakistan, India dan Indonesia. Di Indonesia penyakit ini tersebar di beberapa daerah.
Jenis Unggas Terserang
Yang paling peka adalah ayam dan terjadi pada semua umur, tetapi kasus IB paling banyak terjadi pada anak-anak ayam diikuti dengan kematian. Makin meningkatnya umur ayam maka makin tahan terhadap efek nefritogenik, lesi oviduct dan kematian akibat infeksi.
Cara Penularan
Penyakit ini cepat menular diantara ayam dalam satu kelompok. Umumnya penularan terjadi melalui pernafasan. Virus terutama dikeluarkan dari saluran pernafasan dan ginjal. Virus akan menyebar dari satu peternakan ke peternakan lain melalui udara sehingga penularan dalam jarak 1100 meter dapat terjadi.
Faktor predisposisi yang memperburuk kondisi ayam yang terinfeksi IB adalah infeksi dari Mycoplasma gallisepticum.
Morbiditas dan Mortalitas
Semua ayam dalam satu flok dapat terserang, mortalitas sangat bervariasi tergantung dari dosis dan strain virus, umur ayam terserang dan faktor lingkungan. Mortalitas umumnya kurang dari 1 %, tetapi pada kasus berat dapat mencapai 25 % terutama pada ayam kurang dari 6 minggu bahkan dapat mencapai 80 %.
Gejala Klinis
Masa inkubasi 18-36 jam tergantung dosis dan cara infeksi. Ayam terserang ditandai dengan gejala pernafasan seperti sesak, leleran dari hidung, mata berair, kadang-kadang sinus bengkak. Ayam tampak depresi dan bergerombol pada sudut kandang. Berat badan dan konversi pakan turun secara nyata.
Pada ayam yang sedang bertelur ditandai dengan penurunan produksi dan kualitas telur. Produksi turun sampai 25 %, kulit menjadi lunak dan kasar, bentuk tidak teratur, albumin sangat tipis dan encer sehingga batas antara kuning telur dan albumin tidak jelas.
Diagnosa
Penyakit ini dapat didiagnosa berdasarkan epidemiologis, gejala klinis dan patologis serta isolasi dan identifikasi virus. Isolasi penyebab dapat dilakukan secara in vitro pada biakan sel dan in vivo pada tunas ayam berembrio. Sementara agen penyebab dapat diidentifikasi menggunakan uji HI, FAT, VN, ELISA dan PCR.
Diagnosa Banding
Berbagai penyakit yang mempunyai gejala pernafasan yang sangat mirip dengan IB seperti ND, ILT, SHS atau Snot. Gejala pernafasan pada IB lebih ringan jika dibandingkan dengan ILT, ND dan Snot. Gejala syaraf tidak ditemukan pada IB atau muntah darah seperti ILT. Gangguan produksi telur mirip dengan EDS 76, hanya saja kualitas bagian dalam telur pada EDS tidak terpengaruh.
Pencegahan dan Pemberantasan
Ayam yang sakit atau mati disingkirkan dan dimusnahkan dengan cara dibakar atau dikubur dalam-dalam. Cara efektif adalah melakukan vaksinasi dengan vaksin aktif atau inaktif. Vaksin aktif digunakan sebagai vaksin primer pada ayam broiler dan petelur, sedangkan vaksin mati dalam emulsi minyak digunakan sebagai vaksin ulangan (booster). Aplikasi vaksin dapat diberikan melalui tetes mata, intratrachea atau intranasal. Vaksinasi pada umur 1 atau 2 hari dilaporkan memberikan respon kekebalan pada ayam. Jadwal vaksinasi berikutnya dilakukan pada umur 7-12 atau 6-16 minggu.

5. EGG DROP SYNDROME 1976
Egg Drop Syndrome 1976 (EDS-76) merupakan penyakit menular pada ayam yang ditandai dengan penurunan produksi dan kualitas telur sehingga kerugian ekonomi yang diakibatkan sangat besar.
Etiologi
Penyebab EDS 76 adalah Avian adenovirus dari family Adenoviridae. Materi genetik virus tersusun atas DNA dengan berat molekul 28,9 kD dan terdiri dari 13 struktur polipeptida. Bentuk virus adalah ikosahedral atau bidang bersudut tiga berukuran 76-80 nm dan mempunyai densitas di dalam CsCI adalah 1,30-1,33 g/ml.
Patogenesa
Pada infeksi percobaan menunjukkan virus memperbanyak diri terbatas di dalam mukosa hidung. Perbanyakan virus tersebut di dalam jaringan limfoid seperti limpa dan timus berlangsung 3-4 hari pascainfeksi. Replikasi virus di dalam Pouch Shell Gland paling massif dibandingkan bagian lain dari oviduct yang terjadi 7-20 hari pascainfeksi. Replikasi ini terutama ada kaitannya dengan respon peradangan di dalam Pouch Shell Gland dan menghasilkan kulit telur yang abnormal. Virus tidak berkembang di dalam mukosa usus dan adanya virus dalam tinja kemungkinan telah tercemar eksudat oviduct.
Epidemiologi
Distribusi Geografis
Penyakit ini pertama kali ditemukan di Eropa Barat tahun 1976, sejak itu penyakit ini dilaporkan pula di beberapa Negara. Hal ini setelah diisolasi virus EDS dan secara serologis ditemukan antibody seperti Australia, Belgia, Prancis, Inggris, Hungaria, India, Italia, Jepang, Irlandia Utara, Afrika Selatan, Taiwan, Brazil, Meksiko, Nigeria, Denmark, Singapura dan Indonesia.
Di Indonesia telah dilaporkan terjadi di Sumatera Utara (Deli Serdang, Langkat dan Kota Medan) tahun 1983 dan di Bali (Tabanan) tahun 1991.
Jenis Unggas Terserang
Secara serologis telah dideteksi antibody pada berbagai jenis unggas termasuk burung liar. Antibody dapat dideteksi pada berbagai jenis itik, angsa Kanada dan mallards, herring gull, clepuk dan blao.
Kasus alami tidak pernah dilaporkan pada kalkun, sedangkan ayam mutiara dilaporkan dapat terinfeksi secara alami maupun percobaan. Unggas terserang pada semua umur dan puncak infeksi terjadi pada saat puncak produksi.
Cara Penularan
Penyakit terutama ditularkan secara vertical melalui telur. Kepekaan ayam terhadap virus EDS bervariasi. Strain ayam petelur putih jika terserang EDS maka produksi telurnya lebih rendah dibandingkan dengan ayam coklat.
Gejala Klinis
Ayam terserang tampak normal, meskipun menunjukkan gejala nafsu makan turun dan lesu. Yang paling jelas terlihat adalah turunnya produksi telur dengan kualitas jelek yang mencapai 40% bahkan mencapai 73,4 %. Keadaan ini berlangsung 6-8 minggu.
Diagnosa
Penyakit dapat didiagnosa berdasarkan epidemiologis, gejala klinis, patologis, isolasi dan identifikasi agen penyebab. Identifikasi virus dilakukan dengan uji HA dan HI, sedangkan antibody dalam serum darah ayam yang terinfeksi atau telah divaksinasi dapat dideteksi dengan berbagai uji serologis seperti ELISA, SN, FAT dan AGP.
Diagnosa Banding
Penyakit ini mempunyai gejala yang sangat mirip dengan IB yaitu penurunan produksi dan kualitas telur yang jelek, hanya gejala pernafasan pada IB tidak ditemukan pada EDS 76.
Pencegahan dan Pemberantasan
Ayam yang sakit dipisahkan karena dapat menjadi reservoir. Kandang dan peralatan dibersihkan dan didesinfeksi dengan formalin 2-5%. Tindakan yang paling efektif adalah dengan melakukan vaksinasi dengan menggunakan vaksin aktif dan inaktif.
Vaksin inaktif dapat memberikan respon kekebalan cukup baik dan dapat melindungi ayam terhadap merosotnya produksi dan kualitas telur. Vaksinasi dilakukan pada ayam umur 14 dan 16 minggu saat menjelang bertelur.

6. INCLUSION BODY HEPATITIS
Inclusion Body hepatitis merupakan penyakit menular pada ayam, yang ditandai dengan anemia dan hepatitis disertai dengan badan-badan inklusi di dalam inti sel hepatosit.
Ayam-ayam yang terserang IBH mengakibatkan kerugian ekonomi cukup besar karena menyerang ayam-ayam yang sedang tumbuh dengan tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi serta kualitas karkas yang jelek.
Etiologi
Inclusion Body Hepatitis disebabkan oleh Adenovirus dari family Adenoviridae. Materi genetic virus tersusun atas DNA dan banyak serotype dilaporkan F1, F2, (F3 dan F4), F5, F6, (F7 dan F8), (F7 dan F10) dan (F8 dan F9). Bentuk virus ikosahedral dan berukuran diameter 70 sampai 80 nm.
Epidemiologi:
Distribusi Geografis
Penyakit tersebar luas di beberapa Negara seperti Polandia, India, Inggris, Australia, Irlandia Utara, Rumania, kanada, Kuba, Meksiko, Amerika Latin, Malaysia dan Indonesia.
Di Indonesia pertama kali dilaporkan di Sumatera Utara pada tahun 1984.
Jenis Unggas Terserang
Unggas terserang adalah ayam, terutama ayam ras petelur dan broiler. Umur terserang antara 2 sampai 13 minggu, tetapi yang paling banyak terserang adalah umur 3 sampai 9 minggu. Ayam menjadi lebih peka jika ada penyakit lain yang menginfeksi seperti Gumboro, Mareks, Kolibasillosis, Salmonellosis, Leucocytozoonosis, Chicken Anemia Agent, Clostridium, dan Staphylococcus sp.
Cara Penularan
Penyakit mudah ditularkan melalui kontak langsung antara ayam-ayam sakit. Virus dikeluarkan melalui tinja dan dapat mencemari lingkungan kandang, tempat makanan dan minuman ayam. Pengeluaran virus juga melalui alat pernafasan. Penularan vertical melalui telur pernah dilaporkan.
Morbiditas dan Mortalitas
Ayam terserang ditandai dengan tingkat morbiditas 100 % dan mortalitas 10 sampai 40 % terutama pada anak-anak ayam umur sehari dan menderita anemia berat. Pada infeksi percobaan, tingkat morbiditas mencapai 90 % dan mortalitas 84 %, tertinggi terjadi 10 hari pascainfeksi.
Gejala Klinis
Masa inkubasi pada kasus alammi adalah 10-14 hari, sedangkan pada infeksi percobaan lebih pendek yaitu 5 hari.
Ayam-ayam terserang ditandai dengan gejala lesu, sayap terkulai, kepala bengkak, jengger dan pial pucat, kadang-kadang diare dan muntah, keluar leleran encer dari hidung. Gejala yang menonjol adalah anemia yang timbul mulai hari ke-4 pascainfeksi, semakin nyata pada hari ke-10 dan 12. Setelah hari ke-6 sampai ke-18 berat badan menurun dan baru normal kembali setelah hari ke-30.
Diagnosa
Penyakit dapat didiagnosa berdasarkan epidemiologis, gejala klinis, patologis, isolasi dan identifikasi virus. Uji serologis dengan uji SN dan AGP. Partikel virus dalam sel dapat dideteksi dengan mikroskop electron.
Diagnosa Banding
Penyakit yang mempunyai gejala klinis atau perubahan patologis sangat mirip dengan Histoniasis, Paccheco Parrot Disease (PPD), Mikotoksikosis dank arena keracunan Sulfonamide.
Pencegahan dan Pemberantasan
Tidak ada obat yang efektif untuk mencegah penyakit ini. Pemeliharaan kebersihan kandang dan lingkungan sekitarnya sangat disarankan. Cara efektif berupa vaksinasi, namun belum diperjualbelikan masih dalam tahap percobaan di laboratorium. Vaksin IBH strain Tipton telah diuji cobakan melalui tetes mata dan suntikan subkutan. Hasilnya pemberian vaksinasi secara subkutan memberikan respon paling baik dan kebal terhadap virus tantang.

7. HELICOPTER CHICK SYNDROME
Nama lain: Infectious Stunting Syndrome, Runting Syndrome, Unthrifnes Syndrome, malabsorpsion Syndrome, millassimilation, Femoral Head Nekrosis, Pale Bird Syndrome, Penyakit Helikopter. Penyakit ini merupakan penyakit menular pada ayam yang ditandai dengan kelemahan, kerdil atau pertumbuhan terhambat serta bulu-bulu menyerupai baling-baling helicopter.
Etiologi
Agen penyebab Reovirus dari family Reoviridae. Materi genetik virus tersusun atas RNA beruntai tungggal (ss-RNA) dengan berat molekul 2,8 kD. Virus berbentuk iksahedral simetri dan berukuran 45-55 nm.
Epidemiologi
Distribusi Geografis
Penyakit ini telah dilaporkan di berbagai Negara seperti Belanda, Prancis, Amerika Serikat, Inggris, Australia dan Indonesia.
Di Indonesia pertama kali dilaporkan di Bali tahun 1985.
Jenis Unggas Terserang
Penyakit ini menyerang ayam, kalkun dan ayam mutiara dan yang terserang adalah anak-anak ayam, diketahui setelah berumur 1 minggu.
Cara Penularan
Cara penularan tidak diketahui dengan pasti, diduga melalui kontak langsunng.
Morbiditas dan Mortalitas
Ayam terserang ditandai dengan tingkat morbiditas 5-20 % dan mortalitas 20-30 %, terutama terjadi pada anak-anak ayam dan menyebabkan kekerdilan sebanyak 30 %.
Gejala Klinis
Penyakit ini ditandai dengan gejala kerdil dan anak ayam masih terbungkus olehh bulu-bulu kapas, bulu tidak tumbuh sempurna dan terutama bulu sayap sering mencuat keluar menyerupai baling-baling helicopter. Tangkai bulu sering patah atau mengalami osteoporosis, arthritis dan berkurangnya pigmentasi kulit.
Diagnosa
Diagnosa yang palingmenentukan dalam penyakit ini adalah isolasi dan identifikasi virus. Specimen untuk isolasi dapat diambil dari jaringan proventrikulus, usus, ginjal, dan timus. Antibody dalam srum dideteksi dengan uji serologis.
Diagnosa Banding
Penyakit ini mempunyai gejala klinis dan lesi-lesi pada usus halus yang sangat mirip dengan penyakit akibat defisiensi tiamin, riboflavin, asam pantotenat dan niasin.
Pencegahan dan Pemberantasan
Ayam sakit dipisahkan dan peralatan kandang didesinfeksi dengan formalin atau NaOH 2 %. Cara pencegahan berupa vaksinasi tetapi saat ini vaksin belum tersedia.

8. INFECTIOUS LARYNGOTRACHEITIS
Merupakan penyakit yang sangat menular pada ayam. Kerugian ekonomi diakibatkan oleh penykit ini sangat besar karena morbiditas dan mortalitas tinggi.
Etiologi
Penyebab penyakit adalah Herpesvirus A dari family Herpesviridae. Virus tersusun atas DNA dengan genom memiliki 2 bentuk isometrik. Bentuk ikosahedral simetri tersusun atas 162 kapsomer dan beramplop.
Patogenesa
Infeksi dimulai dari saluran pernafasan bagian atas dan mata, juga melalui iingesti. Dalam traktus respiratorius bagian atas virus memperbanyak diri, kemudian terdapat di dalam jaringan trachea sampai virus dikeluarkan berlangsung dalam waktu 6-8 hari pascainfeksi. Penyebaran virus dari jaringan trachea menuju ganglia trigeminal terjadi 4-7 hari setelah infeksi.
Epidemiologi:
Distribusi Geografis
Penyakit ini tersebar luas di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Australia, New Zealand dan Inggris.
Jenis Unggas Terserang
Ayam adalah unggas yang paling peka terutama menyerang umur dewasa. Itik terinfeksi menunjukkan gejala subklinis dan serokonversi. Unggas lain yang secara percobaan dapat terinfeksi, seperti kkalkun, merak dan beberapa jenis Kuau.
Cara Penularan
Penularan melalui kontak langsung ayam sakit dengan yang sehat, terutama penularan melalui pernafasan. Selain itu penularan potensial melalui peralatan dan alas kandang tercemar virus.
Morbiditas dan Mortalitas
Tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi, morbiditas 90-100 % sedangkan mortalitas bervariasi 5-70 %.
Gejala Klinis
Masa inkubasi bervariasi. Pada kasus alami, masa inkubasi 5-12 hari sedangkan pada percobaan masa inkubasi lebih pendek 2-4 hari. Bentuk akut ditandai dengan timbulnya gejala klinis sangat cepat atau mendadak dan cepat menular. Gejala yang menonjol adalah gangguan pernafasan, sesak nafas, megap-megap, tampak adanya lender dalam trachea yang ditunjukkan dengan mengguncang-guncangkan kepalanya ke atas, ayam depresi, konjunktivitis, sinus infraorbitalis membengkak. Kematian terjadi karena pernafasan seperti tercekik akibat sumbatan gumpalan darah menyumbat saluran pernafasan.
Pada bentuk ringan ditandai penurunan produksi telur dan kesembuhan dapat terjadi dalam waktu 10-14 hari atau 1-4 minggu.
Diagnosa
Berdasarkan epidemiologis penyakit ini bersifat akut dengan tingkat mortalitas tinggi. Sedangkan berdasarkan gejala klinis penyakit ditandai dengan gejala spesifik yaitu sesak nafas dan muntah darah. Dari pemeriksaan histopatologis ditemukan badan inklusi di dalam inti sel epitel trakea akan memastikan penyakit ini.
Uji serologis yang dapat digunakan untuk mendeteksi antigen adalah FAT, AGP dan ELISA menggunakan antibody monoclonal. Antibody juga dapat dideteksi dengan serum netralisasi (SN).
Diagnosa Banding
Ada beberapa penyakit unggas yang mempunyai gejala pernafasan yang mirip dengan ILT, yaitu IB, ND, CRD atau Snot dan Avian Influenza. Lesi-lesi seperti perkejuan yang terdapat pada mukosa trakea sangat mirip dengan penyakit Fowl Pox atau karena defisiensi vitamin A.
Pencegahan dan Pemberantasan
Tindakan pencegahan yang efektif dengan melakukan vaksinasi. Berbagai jenis vaksin yang tersedia seperti Trachine, LT-Ivax, LT-Blen, Laryngo-Vac dan Fowl Laryngotracheitis Vaccine. Respon kebal yang dihasilkan cukup baik jika diberikan tetes mata dan berlangsung 10-15 minggu. Namun penggunaan vaksin aktif menyebabkan efek samping yaitu terjadinya radang selaput lender mata dan virus dapat ditularkan pada ayam lain dengan cara kontak. Sedangkan yang paling aman digunakan vaksin inaktif, tetapi vaksin ini masih dalam pengembangan di laboratorium.

9. AVIAN INFECTIOUS SYNOVITIS
Nama lain: tenosinovitis, Viral Arthritis atau penyakit radang sendi.
Merupakan penyakit menular pada ayam yang ditandai dengan radang persendian kaki, pincang dan merugikaan secara ekonomi.
Etiologi
Penyebab penyakit adalah Reovirus dari family Reoviridae. Materi genetic virus tersusun atas RNA beruntai ganda (ds-RNA), dan disebelah luarnya terdapat kapsid dengan 92 kapsomer. Bentuk virus ikosahedral dan berukuran diameter berkisar 75 nm.
Epidemiologi:
Distribusi Geografis
Penyakit ini tersebar luas di dunia. Di Indonesia belum pernah dilaporkan.
Jenis Unggas Terserang
Ayam merupakan unggas yang paling peka terhadap penyakit ini. Umur terserang antara 2-4 minggu, tetapi dapat juga terjadi pada umur 14-16 minggu.
Cara Penularan
Penularan dapat secara horizontal atau kontak langsung dengan ayam sakit. Kandang dan peralatan kandang, alat transportasi dan petugas yang keluar masuk kandang tercemarr dapat menjadi sumber penularan. Selain itu penularan melalui alat pernafasan tidak begitu penting karena virus yang dikeluarkan melalui saluran pernafasan bagian atas sangat terbatas. Penularan vertical melalui telur juga dapat terjadi dan kira-kira 30 % penularan melalui telur telah dilaporkan.
Gejala Klinis
Masa inkubasi secara alami tidak diketahui psti, sedangkan pada infeksi percobaan bervariasi tergantung cara infeksi. Infeksi virus melalui telapak kaki, masa inkubasi 2-7 hari, suntikan melalui pembuluh darah vena dan otot 5-11 hari, tetes hidung 15 hari, per oral dan kontak langsung dengan ayam sakit masing-masing berlangsung 13-21 hari dan 3-7 minggu.
Ayam terserang tampak lesu, nafsu makan menurun, jalan kaku dan pincang karena terjadi pembengkakan pada sendi gastrocnemius dan tendo flexor, jaringan kaki agak ditekuk dan lutut kaki sulit ditekuk.
Diagnosa
Diagnosa penyakit berdasarkan gejala klinis, isolasi dan identifikasi virus. Antigen dalam jaringan dapat dideteksi dengan FAT dan AGP, sedangkan antibody serum tertular atau yang telah divaksinasi dideteksi dengan SN atau ELISA.
Diagnosa Banding
Avian Infectious Synovitis sering dikelirukan dengan arthritis akibat infeksi bakteri atau akibat kelainan anatomis diskondroplasia atau oleh material toksik lainnya.
Pencegahan dan Pemberantasan
Tidak ada obat yang efektif untuk penyakit ini. Tindakan yang efektif dilakukan adalah dengan vaksinasi dan menjaga kebersihan kandang. Jenis vaksin yang dapat digunakan ada 2 yaitu vaksin aktif dan inaktif. Vaksinasi pada ayam budi daya dapat dilakukan 3 kali, mulai umur sehari, 30 hari dan terakhir sebelum bertelur.

10. AVIAN ENCEPHALOMYELITIS
Nama lain: Infectious Avian Encephalomyelitis atau Epidemik Tremor.
Merupakan penyakit menular pada ayam yang ditandai dengan kejang-kejang, gemetar kepala dan leher serta kematian mendadak.
Etiologi
Penyebab penyakit adalah Enterovirus dari family Picornaviridae. Materi genetic virus tersusun atas DNA beruntai tunggal (ss-DNA) dan dilapisi oleh kapsid dengan 32 atau 42 kapsomer dan lapisan paling luar sebagai amplop. Bentuk virus ikosahedral atau heksagonal dengan ukuran 24-32 nm.
Patogenesa
Infeksi virus AE pertama kali pada saluran pencernaan (dalam duodenum), kemudian dengan cepat diikuti dengan viremia, selanjutnya terjadi infeksi pada pancreas dan organ visceral (hati, jantung, ginjal dan limfa) dan otot serta system syaraf. Infeksi saluran pencernaan meliputi lapisan muskuler dan infeksi pankreatik yang ditentukan di dalam sel-sel acinar dan inlet. Virus terkumpul di dalam system syaraf pusat terutama sel Purkinje dan lapisan molekuler otak kecil (cerebellum) sebagai tempat perbanyakan virus.
Persistensi infeksi virus umumnya di CNS, saluran pencernaan dan pancreas. Di dalam saluran pencernaan ayam berumur 2 tahun diinfeksi per oral dengan virus AE, virus dapat ditemukan kembali di dalam tunika mukosa epithelium, lpisan otot sirkuler atau mukosa muskularis di dalam tunika propria.
Epidemiologi:
Distribusi Geografis
Avian Encephalomyelitis pertama kali dilaporkan pada tahun 1932 dan sejak itu penyakit ini tersebar luas di beberapa Negara seperti Australia, Malaysia, Papua New Guinea dan Indonesia.
Di Indonesia dilaporkan terjadi di Jawa Barat dan Bali.
Jenis Unggas Terserang
Unggas terserang adalah ayam, Kuau (Pasianus torquatus), puyuh, dan kalkun. Umur yang paling peka adalah 1-6 minggu terutama kelompok umur yang seragam dalam satu induk. Pada kelompok umur yang bervariasi atau umur yang tua relatif tahan.
Cara Penularan
Penyakit ditularkan secara vertical melalui telur dan horizontal melalui peralatan tertular. Penyebaran penyakit akan berlangsung cepat dari ayam yang satu ke yang lainnya di dalam kandang atau antara kandang dengan kandang lainnya. Penyebaran virus kurang cepat pada ayam yang dikurung dalam sangkar dibandingkan dengan yang dilepas bersama-sama dalam lantai.
Penularan vertikal merupakan cara penularan virus yang paling penting, baik dari infeksi alami maupun percobaan. Kemtian embrio sangat tinggi setelah 3 hari di dalam mesin tetas.
Morbiditas dan Mortalitas
Anak-anak yang terserang AE tingkat morbiditas 40-60 %, sedangkan mortalitas rata-rata 25 % bahkan mencapai 50 %.
Gejala Klinis
Masa inkubasi bervariasi, pada infeksi alami berlangsung 1-3 minggu. Penularan melalui kontak langsung atau per oral masa inkubasi 11-30 hari. Gejala klinis yang dapat diamati adalah gejala lesu, malas bergerak, depresi, gerakan sempoyongan seperti mau jatuh karena tidak ada keseimbangan (ataxia). Gejala ini berlangsung sampai ayam tidak mampu bergerak. Kepala dan leher gemetar dan apabila penyakit ini berlangsung lama sering diikuti kebutaan akibat katarak (keratitis). Kematian ayam akibat kelaparan dan dehidrasi. Pada ayam yang sedang bertelur terjadi penurunan produksi telur sekitar 10-25 % selama 1-3 minggu, bahkan terhenti sama sekali.
Diagnosa
Penyakit dapat didiagnosa berdasarkan epidemiologis, gejala klinis, patologis dan isolasi virus.
Isolasi dapat dilakukan in vivo pada telur ayam berembrio dan in vitro pada biakan sel. Deteksi antigen dapat dilakukan dengan uji FAT dan AGP, sedangkan antibody dapat dideteksi dengan uji VN, CFT, FAT, ELISA, AGP dan pasif HA.
Diagnosa Banding
Beberapa penyakit unggas yang mempunyai gejala klinis dan perubahan patologis mirip dengan AE seperti ND, Mareks dan gangguan nutrisi (Ricket, Encephalomalacia, Defisiensi vitamin E, A atau Riboflavin).
Pencegahan dan Pemberantasan
Ayam tertular harus segera dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam. Kandang dan peralatan harus didesinfeksi. Tidak ada obat yang efektif untuk penyakit ini. Ayam-ayam yang sembuh akan kebal terhadap infeksi berikutnya.
Tindakan yang efektif hanya vaksinasi terutama pada ayam budi daya agar anak-anaknya memiliki antibody maternal yang dapat melindunginya selama 2-3 minggu. Ada 2 jenis vaksisn yang dapat digunakan yaitu vaksin aktif dan vaksin inaktif. Vaksinasi dilakukan pada umur 10 dan 12 minggu melalui air minum dengan vaksin aktif atau melalui goresan kulit sayap. Vaksin inaktif dapat diberikan melalui suntikan intramuskuler.

11. CHICKEN EMBRYO LETHAL ORPHAN (CELO) VIRUSIS
Chicken embryo lethal orphan (Celo) virusis merupakan penyakit yang sangat menular dan akut pada ayam, ditandai dengan gejala pernafasan dan penurunan produksi telur.
Etiologi
CELO virusis disebabkan oleh Adenovirus-1 dari family Adenoviridae. Terdapat beberapa strai virus yang diketahui seperti Ote, B 1209, TR-22, CR-119, Italia, EV-89, Phelps dan U. Conn. Materi genetic virus tersusun DNA berantai tunggal (ss-DNA) dengan berat molekul 3,0 kD. Strukturnya sama dengan gallus adeno like (GAL) virus. Bentuk virus ikosahedral dengan kapsid tersusun atas kapsomer dan tidak mempunyai amplop serta berukuran 73 nm.
Epidemiologi:
Distribusi Geografis
CELO virusis pertama kali dilaporkan terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1952, setelah itu penyakit dilaporkan terjadi di beberapa Negara seperti Inggris, Jepang dan India.
Jenis Unggas terserang
Terutama menyerang ayam, jenis unggas lainnya, kalkun, angsa, itik, ayam mutiara dan kuau tahan dan tidak menunjukkan gejala klinis meskipun virus pernah diisolasi.
Kelompok umur terserang umur dewasa, tetapi kasus paling banyak terjadi adalah pada umur 4-12 minggu.
Cara Penularan
Penyakit dapat ditularkan secara vertical melalui telur, kemungkinan telur-telur tersebut tertular kira-kira 1 minggu setelah induk ayam tertular.
Morbiditas dan Mortalitas
Tingkat morbiditas dan mortalitas bervariasi tergantung jenis dan umur unggas terserang dan keganasan virus.
Gejala Klinis
Gejala yang terlihat pada ayam terserang adalah nafsu makan menurun, ngantuk, gejala pernafasan berupa bersin-bersin atau megap-megap dan berlanagsung kronis terutama yang diinfeksi oleh strain Italia. Diikuti dengan kelemahan kaki, diare, berat badan menurun dan gejala syaraf.
Diagnosa
Penyakit didiagnosa berdasarkan epidemiologis, gejala klinis, perubahan patologis dan isolasi virus. Isolasi dilakukan pada telur ayam berembrio dan biakan sel serta identifikasi dengan uji HA dan FAT, antibody dalam serum dideteksi dengan AGP, SN, ELISA dan CFT.
Diagnosa Banding
Penyakit ini mempunyai gejala klinis ditandai dengan gejala pernafasan atau syaraf yang sangat mirip dengan ND, IB, ILT, CRD dan Infectious Coryza.
Pencegahan dan Pemberantasan
Tidak ada obat yang efektif untuk mengobati penyakit ini, pencegahan yang efektif adalah vaksinasi, tetapi vaksin belum tersedia di pasaran. Vaksin masih dalam taraf uji coba, seperti penggunaan vaksin CELO inaktif yang memberikan respon terbatas, sedangkan penggunaan vaksin aktif mempunyai dampak yang dapat menyebarkan virus dan akan menambah strain baru.
12. CACAR UNGGAS
Cacar unggas atau disebut juga Fowl Diptheria, Epithelioma Contagious, Roup atau Poxvirus Avian
Etiologi
Cacar unggas disebabkan oleh Avipoxvirus dari family Poxviridae. Materi genetic tersusun atas DNA beruntai ganda (ds-DNA) dengan berat molekul 160-185 kD dengan kandungan guanine-cytosine (G-C) adalah 35 %. Bentuk virus seperti buah Murbei dan beramplop dengan ukuran 250 x 254 nm.
Epidemiologi
Distribusi Geografis
Penyakit ini tersebar luas di beberapa Negara. Di Indonesia tersebar hamper di seluruh daerah dan bersifat endemik.
Jenis Unggas Terserang
Cacar unggas menyerang ayam dan unggas lainnya termasuk burung dara, burung gereja, burung beo, jalak, alap-alap, gelatik, nuri Amazon, dan ekek geling Australia dan menyerang semua kelompok umur.
Cara Penularan
Infeksi terjadi secara mekanis melalui luka kulit. Virus dapat dibawa oleh serangga dan virus masuk ke larynx lewat duktus lakrimalis dan menyebabkan infeksi saluran pernaffasan bagian atas. Selain itu nyamuk dan jenis serangga lainnya telah dilaporkan sebagai vector mekanis. Ada 11 spesies Diptera dilaporkan sebagai vector mekanis virus Pox, diantaranya jenis kutu Dermanyss gallinae berperan besar dalam penyebaran cacar.
Morbiditas dan Mortalitas
Morbiditas dan mortalitas bervariasi dari beberapa unggas sampai seluruh flok dapat terserang tergantung keganasan dan ada tidaknya pencegahan penyakit saat itu. Tingkat mortalitas unggas terserang biasanya rendah, tetapi pada kasus hebat dapat mencapai 50 %. Cacar pada burung kenari mempunyai mortalitas tinggi yaitu 80-100 %.
Gejala Klinis
Masa inkubasi bervariasi dan berlangsung 4-10 hari pada ayam, kalkun dan burung dara. Pada burung kenari kira-kira 4 hari. Unggas terserang ditandai dengan 2 bentuk gejala klinis yaitu bentuk kulit dan difteritik atau keduanya.
Bentuk kulit ditandai dengan nodul-nodul pada jengger, pial, sudut paruh, kelopak mata dan daerah kulit lainnya yang tidak berbulu. Nodul dengan cepat bertambah besar sebagai papula dan selanjutnya menjadi vesikel dengan bentukan lesi yang menebal berupa keropeng.
Bentuk difterik atau disebut juga pox basah ditandai dengan lesi difterik berwarna kekuningan pada selaput lender mulut, esophagus atau rrakea. Apabila sudah mengenai seluruh trakea akan diikuti dengan gejala pernafasan yang hebat.
Diagnosa
Penyakit dapat didiagnosa berdasarkan epidemiologis, gejala klinis, isolasi dan identifikasi virus. Berdasarkan gejala klinis dan patologis penyakit mudah didiagnosa. Strain virus dapat dibedakan dengan menggunakan uji CFT, HA pasif, AGP, Imunoperoksidase, VN, FAT, dan ELISA. Selanjutnya karakterisasi asam inti (genom) dilakukan dengan tekhnik analisis restriksi endonuklease dari DNA dan karakter antigenic dari protein untuk membedakan strain virus dapat ditentukan dengan Immunoblotting.
Diagnosa Banding
Penyakit ini mempunyai gejala klinis pernafasan ringan disertai dengan bengkak kelopak mata yang dapat dikelirukan dengan Snot atau lesi-lesi pada mukosa mulut, esophagus dan trakea anak ayam berupa massa perkejuan sering dikelirukan dengan Defisiensi Biotin atau asam pantotenat, trikomonas (Trichomonas gallinae).
Pencegahan dan Pemberantasan
Ayam sakit dipisah dengan yang sehat. Segera diobati dengan yodium tincture setelah keropeng dikupas. Cara yang efektif untuk mencegah penyakit yaitu dengan vaksinasi. Vaksin yang digunakan yaitu vaksin aktif dari biakan sel atau CAM dan mengandung 10 5 EID 50 /ml. vaksin yang berasal dari biakan sel lebih ekonomis dan seragam dibandingkan dari CAM embrio ayam.

13. PENYAKIT MAREK
Nama lain: Neurolimfomatosisi Galinarum, Fowl Paralisis, Polineuritis atau Range Paralisis.
Etiologi
Penyakit marek disebabkan oleh Herpesvirus dari family Gammaherpesviridae, sama dengan Epstein-Barr virus dan herpesvirus dari kalkun (HVT). Materi virus tersusun atas DNA beruntai ganda (ds-DNA) dengan berat molekul 108-120 kD atau 166-184 kbp. Virus ini dibagi menjadi 3 serotipe, yaitu serotype 1 termasuk virus patogenik dan sel kultur attenuated variant, serotype 2 adalah non-patogenik pada ayam dan serotype 3 adalah virus non-patogenik kalkun atau HVT.
Epidemiologi:
Distribusi Geografis
Penyakit Marek pertama kali dilaporkan oleh Mareks di Hungaria pada tahun 1907. Penyakit ini tersebar luas di dunia. Di Indonesia dilaporkan pertama kali tahun 1949.
Jenis Unggas Terserang
Ayam adalah salah satu unggas yang paling peka terhadap penyakit ini, selain itu puyuh, unggas lain seperti red jungle fowl (Gallus murghi) dan Ceylon jungle fowl ( Gallus gallus sonerati) dapat terinfeksi secara alami. Itik, angsa, kuau, kenari, budgerigar, great horned owls kemungkinan dapat terserang karena dapat memperlihatkan lesi-lesi penyakit Mareks pada pemeriksaan patologis, meskipun agen penyebabnya tidak dikenal.
Penyakit umumnya terjadi pada umur 3-4 minggu atau umur lebih tua, tetapi kasus paling banyak terjadi pada umur 12 dan 30 minggu meskipun wabah pernah terjadi pada umur 60 minggu.
Cara Penularan
Penyakit dapat ditularkan melalui kontak langsung atau tidak langsung antara ayam sakit dengan ayam sakit. Sel-sel epitel folikel terserang merupakan sumber virus di sekitar kandang. Kulit ayam tertular dapat membawa virus selama 76 minggu. Bulu ayam dan debu kandang ayam tertular tetap menular dalam beberapa bulan pada suhu 20-25°C dan selama 1 tahun pada suhu 4°C dan ayam yang sehat dapat bertindak sebagai pembawa virus.
Morbiditas dan Mortalitas
Kejadian penyakit bervariasi, ada yang hanya beberapa ekor ayam yang menunjukkan gejala klinis kemudian sembuh. Secara umum morbiditas dan mortaitas hampir sama dan tergantung dari strain virus, dosis dan rute infeksi serta status hospes seperti sex, umur, antibodi serta faktor lingkungan.
Gejala Klinis
Ada 4 bentuk penyakit yaitu bentuk syaraf, visceral, mata dan kulit. Gejala awal adalah depresi, nafsu makan menurun, kurus, dan diare. Gejala syaraf ditandai dengan kelumpuhan anggota gerak, salah satu kaki direntangkan ke depan dan satu kaki lainnya ke belakang. Sayap menggantung dan leher tortikolis. Kebutaan dapat terjadi karena iris terserang diawali dengan katarak atau keratitis.
Diagnosa
Penyakit ini dapat didiagnosa berdasarkan epidemiologi, gejala klinis dan patologis, isolasi dan identifikasi virus. Virus dalam jaringan dapat dideteksi dengan uji FAT dan ELISA. Virus patogenik dan non patogenik dapat dibedakan dengan PCR. Sekuen virus di dalam sel terinfeksi dapat dideteksi dengan in situ hibridazasi.
Diagnosa Banding
Penyakit ini ditandai dengan gejala syaraf dan mirip dengan ND, AE, defisiensi vitamin B1. Tumor yang terdapat pada organ dalam mirip dengan penyakit limfoid leukosis (LL) dan retikuloendotheliosis (RE). bursa yang atrofi mirip dengan Gumboro dan IBH.
Pencegahan dan Pemberantasan
Pemberian obat-obatan sebagai kemoprofilaksis dapat dicoba meskipun tidak efisien. Secara in vitro dicoba dengan beberapa obat seperti fosfonoasetat, fosfonoformat, ara-C, AUS, impacarzin, acyclovir dan FIAC dilaporkan dapat menghambat replikasi virus Mareks atau menghambat perkembangan limfoma.
Cara yang paling efektif adalah vaksinasi. Ada 3 klas virus yang dapat digunakan sebagai vaksin yaitu virus Marek serotype 1 yang dilemahkan, HVT dan isolate virus Mareks ganas serotype 2. Vaksin polivalen terdiri dari virus serotype 2 dan 3 pernah dilaporkan.
Vaksinasi biasanya diberikan pada anak ayam umur 1 hari dengan dosis 10 3 PFU/ekor. Pemberian melalui suntikan intramuskuler lebih efektif dibandingkan dengan sub kutan. Vaksinasi melalui embrio ayam pada semua umur memberikan perlindungan sangat baik dibandingkan vaksinasi saat menetas. Paling baik vaksinasi dilakukan pada umur embrio 17 atau 18 hari.

14. LIMFOID LEUKOSIS
Nama lain: Lymhatic Leukosis, Visceral Lymphoma, Visceral Lymphomatosis, Lymphocytoma atau Penyakit Bengkak Hati (Big Liver Disease).
Etiologi
Agen penyebab penyakit adalah Oncovirus tipe C sub family Oncoviridae dari family Retroviridae. Materi genetik virus tersusun atas RNA dan mempunyai enzim reverse transcriptase. Virus ini dibagi dalam 5 golongan subgroup yaitu A, B, C, D dan E. golongan A dan B merupakan golongan yang paling sering menyebabkan Leukosis Limfoid, C dan D kadang-kadang dan E jarang.
Epidemiologi:
Distribusi Geografis
Penyakit ini dilaporkan terjadi di beberapa Negara seperti Australia, Korea, Malaysia, Nepal, Papua New Guinea, Srilanka, India dan Indonesia.
Di Indonesia tersebar luas di beberapa daerah dan bersifat sporadis.
Jenis Unggas Terserang
Ayam menjadi hospes yang paling peka terhadap semua subgroup virus LL dan terjadi pada ayam dewasa yaitu pada umur diatas 14 minggu dan kematian paling banyak terjadi pada umur 20 dan 24 minggu.
Cara Penularan
Penularan secara vertical dan horizontal. Penularan vertical dari induk kepada anak melalui telur, sedangkan secara horizontal melalui kontak langsung atau tidak langsung melalui ayam sakit.
Morbiditas dan Mortalitas
Ayam terserang ditandai dengan tingkat morbiditas dan mortalitas rendah. Tingkat mortalitas pada ayam broiler dan petelur masing-masing 0,57 % dan 2,18 %.
Gejala Klinis
Penyakit ini ditandai dengan nafsu makan menurun, jengger dan pial pucat sampai kebiruan dan keriput. Perut terlihat membesar karena hati yang membengkak, bulu-bulu menjadi kotor karena tercemar asam urat dan figmen empedu dan ayam-ayam tampak kurus dan lemah.
Diagnosa
Diagnose biasanya berdasarkan lesi-lesi mikroskopis dan histopatologis, isolasi dan identifikasi virus. Virus dapat dideteksi dengan uji CFT, ratio Immunoassay, ELISA, FAT dan Resistance Inducing Factor (RIF).
Diagnosa Banding
Penyakit ini sangat mirip dengan Marek dari perubahan organ visceral dan penyakit ini tidak pernah diikuti dengan gejala syaraf.
Penyakit lainnya sebagai diagnose banding yaitu Eritroblastosis, Mieloblastosis, Penyakit Pullorum, Tuberkulosis, Granuloma Koli, penyakit Hjarres dan Degenerasi lemak hati.
Pencegahan dan Pemberantasan
Ayam yang sakit sebaiknya dimusnahkan dengan cara dibakar atau dikubur. Kandang dan peralatan didesinfeksi. Tindakan pencegahan paling efektif adalah dengan vaksinasi, tetapi dianggap tidak efisien karena kejadian penyakit bersifat sporadis dan kerugian yang ditimbulkan penyakit rendah.

15. RETIKULOENDOTHELIOSIS
Retikuloendotheliosis merupakan penyakit menular yang menyerang unggas dan bersifat imunosupresif ditandai dengan depresi respon humoral dan seluler.
Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh Retrovirus dari family Retroviridae. Materi genetic tersusun atas RNA beruntai tunggal (ss-RNA) terdiri dari 60-70S mengandung 2 subunit 30-40S RNA. Virus ini mempunyai enzim reversetrancriptase yang secara struktur dan imunologis berbeda dengan virus leukosis atau sarcoma viruses.
Patogenesa
Unggas terinfeksi virus RE non-defektif akan mengalami imunosupresif yaitu terjadi depresi respon humoral dan seluler. Hal ini dapat diperlihatkan setelah terjadi hambatan respon antibody terhadap Marek dan Herpesvirus kalkun, ND dan Brucella abortus. Ayam terinfeksi akan menjadi sangat peka terhadap Fowl pox, ILT, IB, necrotic dermatitis, Salmonella typhimurium dan Eimeria tenella.
Epidemiologi:
Distribusi Geografis
Penyakit ini telah mewabah di Amerika Serikat (Minnesota, Texas, Virginia dan Pensylvania), Jerman, Israel, Australia dan Jepang. Di Indonesia belum pernah dilaporkan.
Jenis Unggas Terserang
Penyakit ini bersifat sporadik menyerang ayam dan berbagai jenis unggas lainnya seperti kalkun, itik, puyuh, kuau dan angsa.
Cara Penularan
Penularan secara horizontal atau kontak langsung dan vertical dari induk ke anak. Selain itu dilaporkan peranan serangga dalam penyebaran penyakit sangat penting seperti nyamuk Culex annulirostris.
Gejala Klinis
Masa inkubasi penyakit 3 hari. Unggas mengalami anemia dan kerdil, pertumbuhan bulu abnormal, lemah dan paralisis.
Diagnosa
Penyakit dapat didiagnosa berdasarkan epidemiologis, gejala klinis, patologis, isolasi dan identifikasi virus. Uji virus menggunakan FAT, CFT, ELISA. Sedangkan antibody dapat dideteksi menggunakan uji
SN, AGP, Indirek FAT, dan SN pseudotipe.
Diagnosa Banding
Penyakit ini mirip dengan Marek, Limfoid Leukosis dan penyakit tumor lainnya.
Pencegahan dan Pemberantasan
Tidak ada tindakan yang khusus terhadap penyakit ini karena kejadiannya sangat jarang atau sporadis.

16. PENYAKIT DERZYS
Nama lain: Gosling Plaque atau Parvovirus. Merupakan penyakit sangat menular dan mematikan pada anak angsa dan itik.
Etiologi
Agen penyebab adalah parvovirus dari family Parvoviridae. Materi genetic virus tersusun atas DNA yang dilapisi oleh kapsid. Virus berbentuk ikosahedral dan berukuran 20 nm.
Epidemiologi:
Distribusi Geografis
Penyakit ini dilaporkan terjadi di Jerman, Ceko dan slowakia, Inggris, China dan Polandia.
Jenis Unggas terserang
Yang terserang terutama angsa dan itik (Cairina moschata).
Morbiditas dan Mortalitas
Unggas terserang ditandai dengan tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi mencapai 90 %.
Gejala Klinis
Unggas terserang tidak menunjukkan gejala klinis yang jelas.
Diagnosa
Penyakit ini dideteksi dengan melakukan isolasi dan identifikasi virus. Virus dapat dideteksi menggunakan uji immunoperoksidase dalam biakan sel. Untuk mendeteksi antibody dilakukan dengan uji SN, FAT, dan AGP.
Diagnosa Banding
Penyakit ini dapat dikelirukan dengan beberapa penyakit seperti kolera unggas dan koksidiosis.
Pencegahan dan pemberantasan
Tindakan pencegahan dengan vaksinasi, tetapi vaksinasi belum tersedia di pasaran dan masih dikembangkan di laboratorium. Vaksin yang dikembangkan adalah vaksin aktif dari strain Hokstra yang dilemahkan, diberikan pada unggas umur 2 hari melalui tetes hidung atau suntikan sub kutan.

17. PENYAKIT SAMPAR ITIK
Nama lain: Duck Virus Enteritis, Pestis Anatum, Duck Plaque.
Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh Herpesvirus dari family Herpesviridae. Materi genetic tersusun atas DNA dan ukuran virus 80-100 nm.
Epidemiologi:
Distribusi Geografis
Penyakit ini dilaporkan di Belanda, Perancis, Belgia, Amerika Serikat, Jerman, Denmark, India, Bangladesh, Thailand, Vietnam dan Cina. Di Indonesia belum pernah dilaporkan.
Jenis Unggas Terserang
Yang paling peka adalah itik, angsa dan unggas liar lainnya.
Cara Penularan
Penularan melalui kontak langsung dan tak langsung melalui lingkungan kandang, tempat makanan dan minuman tercemar.
Morbiditas dan Mortalitas
Unggas terserang menunjukkan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi antara 5-100%.
Gejala Klinis
Masa inkubasi 3-7 hari. Gejala klinis berupa depresi, takut sinar, keluar cairan dari mata, nafsu makan turun bahkan menghilang sama sekali, haus luar biasa. Gejala syaraf ditandai dengan kelumpuhan, leher dan kepala gemetar, sayap lemas menggantung. Bulu-bulu di daerah perut dan dada kotor tercemar tinja karena unggas mengalami diare. Kematian dapat terjadi seketika, itik yang berumur 2-7 minggu terserang ditandai dengan dehidrasi yang hebat, berat badan cepat menurun dan bercak-bercak perdarahan pada kulit di daerah tubuh bagian ventral.
Diagnosa
Penyakit ini dapat didiagnosa berdasarkan epidemiologi, gejala klinis, patologis dan isolasi virus. Virus dapat diidentifikasi menggunakan uji SN.
Diagnosa Banding
Gejala klinis sampar itik mirip dengan gejala beberapa penyakit seperti Pasteurellosis, Enteritis Hemorhagica, Mikotoksikosis, ND, Avian Influenza, dan Fowl Pox.
Pencegahan dan Pemberantasan
Cara pencegahan efektif adalah vaksinasi, menggunakan vaksin strain Holland atau strain local (DVE-MLV) yang dilemahkan. Vaksin ini telah dicobakan di Thailand dan menunjukkan respon cukup baik. Vaksin local yang uji cobakan di Vietnam memberikan kekebalan 30-45 hari dan 6 bulan.
Selain vaksin aktif yang digunakan, terdapat juga vaksin inaktif yang diberikan sub kutan.

18. DUCK VIRUS HEPATITIS
Duck Virus Hepatitis merupakan penyakit menular yang bersifat akut dan mematikan pada itik terutama yang berumur muda dan ditandai dengan hepatitis.
Etiologi
Agen penyebab Picornavirus dari family Picornaviridae. Materi genetic virus tersusun atas RNA, dan ukuran virus 20-40 nm.
Epidemiologi:
Distribusi Geografis
Penyakit tersebar luas di Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Jerman, Belanda, Belgia, Italia, Rusia, Hungaria, Perancis, Ceko dan Slowakia, Israel, Arab Saudi, India, Thailand, dan Jepang. Di Indonesia belum pernah dilaporkan.
Jenis Unggas Terserang
Penyakit ini menyerang itik terutama yang berumur muda. Ayam dan kalkun, mamalia lain seperti kelinci, marmot, mencit dan anjing tahan terhadap penyakit ini.
Cara Penularan
Penyakit ditularkan pada kelompok melalui kontak langsung dan tak langsung melalui kotoran yang tercemar virus. Unggas liar kemungkinan dapat bertindak sebagai pembawa virus.
Morbiditas dan Mortalitas
Tingkat morbiditas mencapai 100 %, sedangkan mortalitas bervariasi tergantung umur itik terserang. Itik yang berumur 1-3 minggu mortalitasnya 50-95 %, sedangkan yang berumur 4-5 minggu mortalitasnya rendah.
Gejala Klinis
Penyakit berjalan akut. Itik-itik terserang mati mendadak dalam beberapa jam atau dalam waktu 3-4 hari. Itik memperlihatkan gejala lesu, malas bergerak, mata tertutup, kedua kaki kejang dan kepala terkulai ke belakang.
Diagnosa
Penyakit dapat didiagnosa berdasarkan gejala klinis, patologis dan isolasi virus. Uji untuk mendeteksi penyakit dan identifikasi virus adalah uji HA pasif, AGP dan SN.
Diagnosa Banding
Penyakit ini mempunyai gejala klinis dan lesi-lesi patologis yang sangat mirip dengan penyakit sampar itik, ND, Avian Influenza dan Aflatoksikosis.
Pencegahan dan Pemberantasan
Unggas sakit dipisahkan dan dimusnahkan dengan dibakar atau dikubur yang dalam. Kandang dibersihkan dan didesinfeksi.
Tindakan pencegahan yang efektif dengan vaksinasi menggunakan vaksin DVH inaktif. Vaksinasi dilakukan pada umur 16 minggu, titer antibody akan meningkat jika dilakukan vaksinasi dengan dosis bertingkat pada umur 8, 16 dan 22 minggu. Vaksinasi dengan vaksin aktif dimulai pada umur 2-3 hari dengan pengulangan pada umur 22 minggu.

19. AVIAN INFLUENZA (FLU BURUNG)
Nama lain: Fowl Plaque, penyakit pilek. Merupakan penyakit menular pada ayam yang ditandai dengan gejala pernafasan dari ringan sampai berat dan disertai penurunan produksi dan kualitas telur.
Etiologi
Avian influenza disebabkan oleh Influenzavirus tipe A dari famili Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe B dan C hanya ditemukan pada manusia. Virus influenza tipe A dibagi ke dalam beberapa subtype berdasarkan sifat antigenic hemaglutinin (HA) dan neuraminidase (NA).
Patogenesa
Infeksi virus influenza bervariasi tergantung dari spesies dan umur hospes, status imun hospes, faktor lingkungan adanya infeksi sekunder seperti virus ND, E. coli dan Pasteurella sp, Mycoplasma sp. Ayam dan kalkun merupakan unggas yang dianggap mempunyai kepekaan sama terhadap virus ini meskipun secara percobaan kedua jenis unggas ini kehebatannya berbeda.
Epidemiologi:
Distribusi Geografis
Avian influenza tersebar luas di dunia. Di Indonesia ditemukan hamper di seluruh daerah dan sejak tahun 2003 kasus ini endemis.
Jenis Unggas Terserang
Berbagai jenis unggas dapat terserang, ayam, itik, angsa dan burung-burung peliharaaan. Sedangkan burung liar diperkirakan dapat tertular dan menjadi sumber penyebaran virus (migrasi burung) dari satu tempat ke tempat lainnya.
Avian influenza bersifat zoonosa karena dapat menular pada manusia yang ditandai dengan konjungtivitis. Beberapa strain virus berasal dari manusia dapat menular ke babi dan sebaliknya.
Cara Penularan
Infeksi alami penyakit ini tidak diketahui dengan pasti. Beberapa kasus penyakit terjadi sangat cepat dari flok yang satu ke flok yang lainnya. Dilaporkan terjadi penularan kontak langsung antara kalkun yang terinfeksi dengan kalkun yang peka.
Secara percobaan virus influenza berhasil diisolasi dari telur ayam terinfeksi yang dieramkan. Peranan hewan lain seperti babi dan beberapa jenis unggas atau burung liar telah diduga ikut berperanan dalam penularan penyakit.
Morbiditas dan Mortalitas
Tingkat morbiditas dan mortalitas bervariasi tergantung jenis unggas dan umur terserang, keganasan virus, lingkungan dan infeksi ikutan. Unggas terserang virus influenza ganas ditandai dengan tingkat morbiditas dan mortalitas dapat mencapai 100 %.
Gejala Klinis
Unggas terserang virus yang ganas menimbulkan gejala klinis klasik dengan kematian mendadak. Gejala lainnya seperti gejala pernafasan yang hebat, bersin, ngorok, depresi, unggas sering bergerombol pada satu tempat, keluar air mata, radang sinus, oedema kepala dan muka, jengger dan pial sianosis, diare dan gejala syaraf.
Virus yang tidak ganas sering menimbulkan masalah terutama pada kalkun, ditandai dengan produksi telur menurun bahkan berhenti dan diikuti gejala pernafasan, depresi dan radang sisnus (sinusitis).
Diagnosa
Avian influenza dapat didiagnosa berdasarkan epidemiologi, gejala klinis, perubahan patologis dan isolasi virus. Isolasi virus dapat dilakukan secara in vivo pada telur ayam berembrio dan in vitro pada biakan sel. Virus dapat diidentifikasi menggunakan uji serologis seperti hemaglutinasi (HA) dan hambatan hemaglutinasi (HI), CFT, FAT, AGP. Antibody dideteksi dengan single radial hemolysis dan ELISA.
Diagnosa Banding
Ada beberapa penyakit yang mempunyai gejala klinis yang sangat mirip seperti ND, Chlamydia, CRD, dan penyakit bakterial lainnya.
Pencegahan dan Pemberantasan
Tidak ada obat yang efektif untuk mengatasi penyakit ini. Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah vaksinasi dan desinfeksi kandang. Ayam-ayam tertular dimusnahkan dengan dibakar atau ditanam yang dalam.
Vaksinasi dilakukan dengan vaksin inaktif polivalen atau monovalen dengan adjuvant dilaporkan mampu merangsang pembentukan antibody dan terlindung dari serangan penyakit, penurunan produksi telur dan kematian.


Baca juga info lainnya di Saruedi Simamora dan Dunia Veteriner (Kedokteran Hewan)!

Tidak ada komentar: