Rabu, 24 Desember 2014
Daftar Kegiatan Katolik Se Indonesia: Jadwal Misa Natal 2014 & Tahun Baru 2015 Gereja Ka...
Daftar Kegiatan Katolik Se Indonesia: Jadwal Misa Natal 2014 & Tahun Baru 2015 Gereja Ka...: (MOHON DITAMBAHKAN JADWALNYA) KEUSKUPAN BANDUNG Paroki Buah Batu- Hati Tak Bernoda St. Perawan Maria 24 Des: 15.00, 18.00, 21.00...
Rabu, 03 Desember 2014
GAMBARAN PATOLOGI ANATOMI BRUCELLOSIS
PATOLOGI SISTEMIK VETERINER
GAMBARAN PATOLOGI
ANATOMI BRUCELLOSIS
OLEH :
Erena Hajar Kartika 1209005064
Agatha Serena Tobing 1209005066
R.A.C Noorputri A S 1209005067
Bianca Violanda Junus 1209005069
I Made Wira Diana Putra 1209005085
I. B. Agung Dimas Kusuma Darma 1209005087
DENPASAR
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan paper ini
tepat pada waktunya.
Paper
ini bertujuan membantu mahasiswa Kedokteran Hewan untuk lebih mendalami
dan mengetahui tentang Patologi Anatomi Brucellosis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah mendukung dan membantu dalam penyelesaian paper
ini.Penulis juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk
menyempurnakan paper ini.Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.
Denpasar, 29 November
2014
Penulis
DAFTAR ISI
COVER................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... iv
BAB
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang............................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................... 1
1.3. Tujuan ............................................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi.......................................................................................................... 2
2.2. Epidemiologi................................................................................................. 2
2.3. Gejala Klinis.................................................................................................. 4
2.4. Patologi Anatomi.......................................................................................... 5
2.5. Diagnosa Banding ........................................................................................ 8
KESIMPULAN ................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 11
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 abortus pada sapi.................................................................................. 6
Gambar 2 lesi di testis domba yang disebabkan B.
Ovis...................................... 7
Gambar 3 epidimititis dan orchititis...................................................................... 7
Gambar 4 Orchitis pada anjing disebabkan B. Canis............................................ 8
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Brucellosis merupakan penyakit bakterial yang utamanya
menginfeksi sapi, kerbau, kambing, domba, dan babi. Penyakit ini juga dapat menyerang
berbagai jenis hewan lainnya dan ditularkan ke manusia atau bersifat zoonosis. Pada hewan betina, penyakit ini menyebabkan
terjadinya
aborsi dan retensi plasenta, sedangkan pada jantan dapat menyebabkan orchitis
dan infeksi kelenjar aksesorius. Brucellosis pada manusia dikenal
sebagai undulant fever karena menyebabkan demam yang undulans atau naik-turun. Di Indonesia, Brucellosis paling
umum ditemukan pada ternak sapi dan sering dikenal sebagai penyakit Keluron
Menular.
Agen penyebab brucellosis pertama kali diisolasi oleh Bruce
pada tahun 1887 dari manusia. Pada saat itu bakteri temuannya
disebut Micrococcus melitensis, namun kemudian dikenal sebagai Brucella
melitensis. Pada tahun 1897, Bang dan Stribolt mengisolasi bakteri
serupa, yaitu Brucella abortus, dari sapi yang menderita penyakit Keluron
Menular. Meskipun tingkat kematian akibat brucellosis adalah kecil,
namun penyakit ini sangat penting secara ekonomi. Pada ternak secara umum, kerugian
yang paling nyata adalah aborsi, stillbirth, dan kemajiran, baik sementara
maupun permanen. Pada ternak perah, selain kegagalan kebuntingan penyakit ini
juga mengakibatkan penurunan produksi susu.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana Patologi Anatomi terhadap
penyakit Brucellosis pada hewan?
1.3. Tujuan
Mengetahui Patologi Anatomi
penyakit Brucellosis pada hewan
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1. Definisi
Brucellosis merupakan penyakit bakterial yang utamanya
menginfeksi sapi, kerbau, kambing, domba, dan babi. Brucellosis
disebabkan oleh bakteri genus Brucella. Brucella merupakan bakteri gram negatif
berbentuk batang dengan panjang 0,5 – 2,0 mikron dan lebar 0,4 – 0,8 mikron.
Bakteri ini non-motil, tidak berspora, dan bersifat aerob. Brucella merupakan
parasit intraseluler fakultatif. Pada
lingkungan yang hangat dan lembab seperti di Indonesia, bakteri Brucella dapat
bertahan hingga berbulan-bulan di lingkungan. Brucella memiliki 2
jenis antigen, yaitu antigen M dan antigen A. Brucella melitensis memiliki
lebih banyak antigen M dibandingkan antigen A, sedangkan B. abortus dan B. suis
sebaliknya. Brucella mempunya antigen bersama (common antigen) dengan beberapa
bakteri lainnya seperti Campylobacter fetus dan Yersinia enterocolobacter.
2.2. Epidemiologi
a)
Inang
Brucellosis
umumnya menginfeksi sapi, kerbau, kambing, domba, dan babi. Brucellosis pada
sapi dan kerbau utamanya disebabkan oleh Brucella abortus, namun infeksi oleh
B. suis dan B melitensis juga kadang dapat ditemukan. Pada babi, brucellosis
disebabkan oleh Brucella suis. Brucellosis pada kambing dan domba disebabkan
oleh B. melitensis dan B. ovis, sedangkan pada kuda oleh B. abortus dan B.
suis. Pada anjing, brucellosis utamanya disebabkan oleh B. canis, bila
ditemukan infeksi oleh B. abortus, B. suis, atau B. melitensis maka hal
tersebut umumnya berkaitan dengan adanya infeksi brucellosis pada ternak di
sekitarnya.
b)
Cara penularan
Brucellosis ditularkan melalui ingesti bakteri
yang terdapat dalam susu, fetus abortus, membran fetus, dan cairan uterus atau
kopulasi dan inseminasi buatan. Pada sapi jantan, bakteri ini dapat ditemukan
dalam semen yang dihasilkan. Pada domba, brucellosis juga diketahui dapat ditularkan antar domba
jantan melalui kontak langsung. Infeksi biasanya tahan lama pada domba jantan
dan B. ovis akan diekskresikan dalam persentasi yang tinggi secara intermiten
selama kira-kira 4 tahun. Brucellosis dapat ditularkan ke manusia melalui konsumsi susu segar dan
produk susu dari hewan yang terinfeksi atau kontak langsung dengan sekresi,
ekskresi, dan bagian tubuh hewan yang terinfeksi, seperti jaringan, darah,
urin, cairan vagina, fetus abortus, dan plasenta.
c)
Kejadian di dunia dan Indonesia
Brucellosis tersebar secara luas di seluruh
dunia. Sebagian besar negara maju sudah berhasil mengendalikan penyakit pada
ternak dan hewan kesayangan, namun masih kesulitan mengeradikasi brucellosis
pada populasi satwa liar. Hanya ada satu negara yang berhasil membebaskan diri dari brucellosis,
yaitu Irlandia pada Juli 2009. Brucellosis pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun 1953. Sejak
itu reaktor brucellosis telah ditemukan secara luas di pulau-pulau besar di
Indonesia, seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Pulau Timor,
kecuali Bali.
Pada tahun 2002, pulau Bali dinyatakan bebas
historis penyakit brucellosis melalui Keputusan Menteri Pertanian No.
443/Kpts/TN.540/7/2002, sementara pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat,
dinyatakan bebas penyakit brucellosis melalui program pemberantasan dalam
Keputusan Menteri Pertanian No. 444/Kpts/TN.540/7/2002.
Di tahun 2009, Provinsi Sumatera Barat, Riau,
Jambi, dan Kepulauan Riau dinyatakan bebas dari penyakit brucellosis pada sapi
dan kerbau melalui Keputusan Menteri Pertanian No. 2541/Kpts/PD.610/6/2009 dan
pulau Kalimantan juga dinyatakan bebas dari penyakit brucellosis pada sapi dan kerbau melalui Keputusan Menteri
Pertanian No. 2540/Kpts/PD.610/6/2009.
d)
Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko penyebaran brucellosis
adalah pemasukan hewan terinfeksi atau carrier ke dalam peternakan, lingkungan,
kandang, dan peralatan yang teinfeksi, serta manusia.
2.3. Gejala Klinis
a)
Sapi
Aborsi adalah
adalah gejala utama brucellosis pada sapi betina. Infeksi juga dapat
menyebabkan kelahiran pedet yang lemah (stillbirth), retensi plasenta, dan
penurunan produksi susu. Pada sapi jantan, infeksi dapat terjadi pada vesikula,
ampula, testis dan epididimis. Testis
juga dapat mengalami abses. Infeksi
yang menahun dapat mengakibatkan terjadinya arthritis.
b)
Domba dan Kambing
Infeksi
brucellosis pada kambing dan infeksi B. melitensis pada domba menyebabkan
gejala yang mirip dengan sapi. Namun, infeksi B. ovis menghasilkan gejala
penyakit yang spesifik untuk domba, hewan jantan akan menderita epididimitis
dan orchitis yang akan sangat mempengaruhi fertilitasnya. Pada hewan betina,
penyakit ini biasanya menyebabkan aborsi pada kebuntingan umur 4 bulan. Selain itu dapat juga
ditemukan placentitis serta kematian perinatal. Pada pejantan, kelainan
pertama yang mungkin terdeteksi adalah penurunan kualitas semen yang
dihasilkan, dimana banyak terkandung sel-sel radang dan mikroorganisme. Kambing jantan dapat
menderita arthritis dan orchitis.
c)
Anjing
Gejala
utama adalah aborsi pada trimester terakhir kebuntingan yang biasanya diikuti
dengan keluarnya cairan dari vagina yang berkepanjangan. Anjing yang terinfeksi dapat mengalami
limfadenitis dan pada jantan seringkali terjadi pula epididimitis,
periorchitis, dan rostatitis.
d)
Babi
Gejala
klinis brucellosis pada babi mirip dengan gejala pada sapi dan kambing. Gejala yang umum muncul adalah aborsi,
sterilitas sementara atau permanen, orchitis, kepincangan, paralisis posterior,
spondylities, dan terkadang dapat juga terjadi metritis dan pembentukan abses
pada ekstrimitas atau bagian lain dari tubuh. Kejadian aborsi dapat berkisar antara 0 – 80% dan
dapat terjadi pada awal kebuntingan sehingga tidak terdeteksi. Hewan yang
demikian akan segera kembali ke siklus estrusnya. Timbulnya sterilitas adalah
umum dan itu dapat menjadi satu-satunya gejala klinis yang timbul. Oleh karena
itu, bila ada sterilitas dalam sekelompok hewan maka brucellosis akan menjadi
kecurigaan utama.
e)
Kuda
Pada
kuda, gejala utama yang paling umum ditemukan adalah bursitis suppuratif.
Keadaan ini dikenal juga sebagai fistulous withers atau poll evil. Terkadang,
aborsi juga dapat ditemukan.
2.4. Patologi Anatomi
a)
Sapi
Gambar 1 abortus pada sapi
Fetus aborsi dapat tampak normal, mengalami autolisis, atau oedema
subkutan dan cairan serosanguineus dalam rongga tubuhnya. Limpa dan/atau
hati dapat mengalami pembesaran dan pada paru-paru dapat ditemukan pneumonia
dan pleuritis fibrous. Kejadian aborsi fetus pada betina terinfeksi umumnya disertai dengan
plasentitis, dimana kotiledon dapat tampak merah, kuning, normal, atau nekrotik. Daerah
interkotiledon dapat tampak basah dengan penebalan fokal. Dapat juga
ditemukan eksudat pada permukaannya.
Lesio purulen hingga granulomatosa dapat ditemukan pada saluran
reproduksi jantan maupun betina, kelenjar mamae, limfonodus supramamari,
jaringan limfoid lainnya, tulang, sendi, serta jaringan dan organ lain.
Endometritis ringan hingga berat dapat ditemukan setelah kejadian aborsi dan
pada hewan jantan dapat ditemukan epididimitis dan/atau orchitis unilateral
atau bilateral. Higroma juga dapat ditemukan pada sendi karpalis, lutut, tarsalis,
serta antara ligamentum nuchae dan os vertebrae thoracic pertama.
b) Domba
Gambar 2
lesi di testis domba yang disebabkan B. ovis
Manifestasi utama penyakit pada jantan adalah lesio pada epididimis,
tunika dan testis.Pada betina utamanya terjadi placentitis dan aborsi, selain
itu dapat juga terjadi mortalitas perinatal pada anak domba. Lesio dapat
terbentuk dengan cepat. Pembesaran epididimis dapat bersifat unilateral atau
bilateral.Pembesaran lebih sering terjadi pada cauda epididimis dibandingkan
caput atau corpus dan lesio yang paling jelas adalah terbentuknya spermatocele
dengan berbagai ukuran yang mengandung cairan spermatik.Seringkali tunika
menebal dan menjadi fibrous serta mengalami pelekatan.Testis dapat mengalami
atropi fibrous, lesi yang demikian umumnya bersifat permanen.Dalam beberapa
kasus, lesionya bersifat sangat jelas, namun ada juga kasus-kasus dimana
bakterinya ada dalam semen dalam jangka waktu yang lama tanpa menunjukkan
gejala klinis.Karena tidak semua pejantan terinfeksi mempunyai kelainan jelas
pada jaringan scrotalnya dan tidak semua kasus epididimitis adalah karena brucellosis,
maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
c) Kambing
Gambar 3 epidimititis dan orchititis
Pada jantan dapat ditemukan epididimitis dan orchitis.Dapat
ditemukan pembesaran epididimis unilateral atau bilateral dengan bagian kauda
lebih sering mengalami kelainan dibandingkan kaput atau korpus.Dalam testis
dapat terjadi atrofi fibrous.Tunika vaginalis menebal dan fibrous dan dapat
terjadi perlekatan.Pada betina terinfeksi terkadang dapat ditemukan
plasentitis.
d) Anjing
Gambar 4 Orchitis pada anjing disebabkan B. canis
Fetus aborsi seringkali ditemukan mengalami autolisis sebagian dan
memiliki tanda-tanda infeksi bakterial secara umum.Lesio pada fetus dapat
berupa oedema subkutan, kongesti dan hemoragi subkutan pada daerah abdominal,
cairan periotneal serosanguineus, dan lesio degeneratif pada hati, limpa,
ginjal, dan usus.Pada anjing dewasa umumnya ditemukan pembesaran limfonodus,
seringkali pada limfonodus retrofaringeal dan inguinal, namun limfadenitis
secara umum juga dapat terjadi.Limpa seringkali ditemukan membengkak dan dapat
memiliki konsistensi yang padat dan nodular.Dapat juga ditemukan hepatomegali.Pada
jantan terinfeksi dapat ditemukan pula oedema scrotalis, dermatitis scrotalis,
epididimitis, orchitis, prostatitis, atrofi testis, dan fibrosis testis.Pada
betina dapat ditemukan metritis dan eksudat dari vagina.Pada beberapa kasus
dapat juga ditemukan diskospondilitis, meningitis, ensephalitis fokal
non-suppuratif, osteomyelitis, uveitis, dan abses dalam berbagai organ dalam.
2.5. Diagnosa Banding
a)
Sapi
Diagnosa banding brucellosis pada sapi adalah penyakit lain yang
dapat menyebabkan aborsi atau epididimitis dan orchitis, seperti
trichomoniasis, vibriosis, leptospirosis, listeriosis, infectious bovine
rhinotracheitis dan mikosis.
b)
Domba dan Kambing
Diagnosa banding brucellosis pada kambing dan domba adalah penyakit
lain yang dapat menyebabkan aborsi pada ruminansia kecil, terutama chlamydiosis
dan coxiellosis atau penyakit lain yang dapat menyebabkan epididimitis dan
orchitis, seperti Actinobacillus seminis, A. actinomycetemcomitans, Histophilus
ovis, Haemophilus spp., Corynebacterium pseudotuberculosis ovis, dan
Chlamydophila abortus. Lesio akibat trauma juga perlu dipertimbangkan.
c)
Anjing
Diagnosa banding brucellosis pada anjing diantaranya beta-hemolytic
streptococci, Escherichia coli, Mycoplasma, Ureaplasma, Streptomyces,
Salmonella, Campylobacter, canine herpesvirus, Neospora caninum dan Toxoplasma
gondii.
d)
Babi
Diagnosa banding brucellosis pada babi adalah penyakit lain yang
menyebabkan aborsi, orchitis, arthritis, paralisis posterior, dan kepincangan.
Aborsi di babi dapat juga disebabkan oleh Aujeszky’s disease (pseudorabies),
leptospirosis, erysipelas, salmonellosis, streptococcidiosis, classical swine
fever and porcine parvovirus infection.
KESIMPULAN
Brucellosis merupakan penyakit bakterial yang utamanya
menginfeksi sapi, kerbau, kambing, domba, dan babi. Penyakit ini juga dapat menyerang
berbagai jenis hewan lainnya dan ditularkan ke manusia atau bersifat zoonosis. Pada hewan betina, penyakit ini menyebabkan
terjadinya
aborsi dan retensi plasenta, sedangkan pada jantan dapat menyebabkan orchitis
dan infeksi kelenjar aksesorius. Brucellosis pada manusia dikenal
sebagai undulant fever karena menyebabkan demam yang undulans atau naik-turun. Di Indonesia, Brucellosis paling
umum ditemukan pada ternak sapi dan sering dikenal sebagai penyakit Keluron
Menular.
Brucellosis ditularkan melalui ingesti bakteri yang terdapat dalam susu,
fetus abortus, membran fetus, dan cairan uterus atau kopulasi dan inseminasi
buatan. Pada sapi jantan, bakteri ini dapat ditemukan dalam semen yang
dihasilkan. Pada domba, brucellosis juga diketahui dapat ditularkan antar domba
jantan melalui kontak langsung. Infeksi biasanya tahan lama pada domba jantan
dan B. ovis akan diekskresikan dalam persentasi yang tinggi secara intermiten
selama kira-kira 4 tahun. Brucellosis dapat ditularkan ke manusia melalui konsumsi susu segar dan
produk susu dari hewan yang terinfeksi atau kontak langsung dengan sekresi,
ekskresi, dan bagian tubuh hewan yang terinfeksi, seperti jaringan, darah,
urin, cairan vagina, fetus abortus, dan plasenta.
DAFTAR
PUSTAKA
Center for Food Security and Public Health (CFSPH), Insititute for
Interational Cooperation in Animal Biologics (IICAB), World Animal Health
Organizatino (OIE), 2007. Brucellosis [Online] http://www.cfsph.iastate. edu/Factsheets/pdfs/brucellosis.pdf.
Direktorat Kesehatan Hewan. 2004. Kebijakan Pemerintah Dalam
Pemberantasan Brucellosis di Indonesia Khususnya Pulau Jawa. Disampaikan pada
Pertemuan Evaluasi Pemberantasan Brucellosis di Surabaya 10-11 Desember 2004.
Food and Agriculture Organization (FAO). 2010. Surveillance of
Porcine Brucellosis [Online] http://www.fao.org/docrep/006/y4723e/y4723e09.htm.
Merck Veterinary Manual. 2008. Brucellosis in Dogs: Introduction
[Online] http://www.merckvetmanual.com/mvm/index.jsp?cfile=htm/bc/112200.htm.
Merck Veterinary Manual. 2008. Brucellosis in Large Animals [Online]
http://www.merckvetmanual.com/mvm/index.jsp?cfile=htm/bc/toc_110500.htm.
Senin, 01 Desember 2014
PATOLOGI VETERINER SISTEMIK - PATOLOGI SISTEM REPRODUKSI HEWAN
PATOLOGI SISTEM
REPRODUKSI HEWAN
Drh. I Ketut Eli Supartika, M.Sc., APVet
Balai Besar Veteriner Denpasar
Jl Raya Sesetan No. 266, Denpasar,
Bali
Pendahuluan
Sistem reproduksi sangat penting artinya bagi kelanjutan generasi hewan. Penyebab
gangguan sistem reproduksi pada hewan sangat komplek (virus, bakteri, jamur,
protozoa, tumor, hormonal, nutrisi, dll). Untuk itu penanganan kasus kegagalan
reproduksi pada hewan mesti ditangani secara menyeluruh dari berbagai aspek
baik aspek epidemiologi penyakit, gejala klinis, patologi dan didukung oleh hasil pemeriksaan laboratorium.
Pada tulisan ini dibahas secara ringkas gambaran patologi (Patologi Anatomi
dan Histopatologi) sistem reproduksi hewan yang sering dijumpai pada
kasus-kasus di lapangan untuk memudahkan diagnosa penyakit yang terkait dengan
sistem reproduksi hewan
A. Patologi reproduksi hewan betina.
Alat kelamin primer : ovarium (membentuk ova dan hormon)
Alat kelamin skunder ( oviduk, uterus, servik, vagina, vulva)
1. Ovarium dan salpinx.
Radang pada ovarium (ovariitis) dan salpinx (salpingitis) disebabkan
oleh kuman yang bersirkulasi secara
hematogen dan juga infeksi ikutan dari radang peritonium.
Kista ovari sering ditemukan pada sapi dan kuda. Kebanyakan kista ini
bersifat kongenital dan juga akibat defisiensi nutrisi. Tangkai kista dapat
membelit kolon sehingga dapat menimbulkan kolik. Di lain pihak, kista folikel
yang menetap dapat menimbulkan nimfomania (perpanjangan estrus)
misalnya pada sapi dan anjing. Kista semacam ini dapat menimbulkan pyometra.
Salpingitis penting artinya bagi reproduksi hewan betina. Sebab salpingitis
dapat mengakibatkan lumen oviduk tertutup sehingga ovum tidak sampai di uterus
yang dapat mengakibatkan majir. Disamping itu eksudat radang pada salpinx dapat
membunuh spermatozoa.
Berdasarkan jenis eksudatnya, salpingitis dapat dibedakan menjadi: salpingitis
kataralis yang disebabkan oleh kuman stapilococcus dan streptococcus
dan salpingitis
purulenta (pyosalpinx) yang disebabkan oleh kuman pyogenes (pembentuk
nanah). Gambaran patologi lain yang dijumpai pada salpinx adalah: hidrosalpinx
yaitu kista yang terbentuk di dalam salpinx yang berisi cairan bening.
2. Uterus.
Torsio uteri: uterus terpuntir. Penyebabnya adalah penggantung
uterus tidak kuat atau akibat isi lambung/usus yang berlebihan. Gambaran
patologi anatomi yang dijumpai pada
torsio uteri adalah: terjadingan pembendungan/kongesti uterus yang sangat jelas
terlihat. Mukosa uterus berwarna merah kehitaman dan membengkak. Bagian yang
terpuntir sangat anemik. Bagian serosa juga berwarna merah kehitaman.
Ruptur uteri: penyebabnya adalah adanya kontraksi uterus yang
sangat hebat, faktor mekanik, dan juga akibat distokia. Gambaran patologi
anatomi ruptur uteri adalah: daerah serosa uterus terlihat suram kelabu
kekuningan. Lumen uterus ditutupi oleh masa yang berwarna putih.
Metrorrhagia (perdarahan di dalam uterus). Penyebabnya adalah
lesi traumatik pada saat hewan melahirkan.
Radang uterus.
Radang uterus dapat dibagi menjadi 4 bagian sesuai dengan lokasi lesi
yaitu:
1. Endometritis
: bila radang dijumpai pada lamina mukosa sampai ke lamina propria.
2. Metritis:
bila radang uterus meluas sampai ke lamina muskularis.
3. Perimetritis:
bila radang dijumpai pada bagian serosa dan subserosa uterus.
4. Parametritis : radang yang melibatkan uterus
dan jaringan sekitarnya, terutama penggantung uterus.
Penyebab radang uterus dapat berupa kuman-kuman yang berasal dari bagian
lain alat reproduksi (vagina, kandung kemih, dll), kuman komensal yang
ditemukan di dalam uterus seperti: Streptococcus
sp, kuman-kuman pyogenes. Perubahan hormonal, misalnya saat hewan birahi
juga dapat menimbulkan peradangan pada uterus. Faktor mekanik sesudah beranak
juga bisa menyebabkan radang uterus.
Gambaran patologi anatomi yang dapat diamati pada radang uterus adalah:
uterus membengkak, selaput lendirnya berwarna kemerahan dan berisi eksudat.
Sedangkan pada pengamatan mikroskopik (histopatologi) sel-sel radang dapat
ditemukan pada lamina propria mukosa. Pada radang yang bersifat akut sela
radang utamanya adalah sel-sel limfositik, sel plasma dan histiosit.
Diagnosa endometritis pada hewan yang masih hidup dapat dilakukan dengan
pemeriksaan biopsi mukosa uterus secara : histopatologi dan bakteriologi.
3. Pyometra.
Yakni tertimbunnya nanah di dalam uterus yang disebabkan oleh flora normal
yang hidup di uterus menjadi patogen akibat pengaruh hormonal. Pyometra sering
dijumpai pada sapi dan anjing.
Gambaran patologi anatomi yang dijumpai pada kasus pyometra adalah: uterus
terlihat menbengkak berisi banyak nanah pada mukosanya (tidak berbau), selaput
lendir uterus sangat kasar karena terjadi hiperplasia pada lamina mukosa
uterus. Secara histopatologi epitel mukosa uterus mengalami erosi, didalam
mukosa banyak diinfiltrasi oleh sel-sel neutrofil dan limfosit.
Pyometra dapat menyebabkan kematian akibat infeksi sekunder dan juga
askibat intoksikasi atau septisemia yang berasal dari uterus.
4. Tumor pada uterus.
Jarang ditemukan. Kadang-kadang ditemukan karsinoma pada dinding uterus.
5. Vagina dan vulva.
Kelainan-kelainan yang sering ditemukan pada vagina dan vulva adalah
vaginitis yang disebabkan oleh berbagai hal antara lain:
1. Traumatik
sata partus. Nekrosis akibat luka
traumatik dapat menimbulkan radang yang meluas ke daerah sekitarnya bahkan dapat
menimbulkan peritonitis. Hewan dapat mati karena mengalami peritonitis akibat
resorpsi dari toksin.
2.
Vaginitis juga dapat disebabkan oleh kuman-kuman seperti: Brucella sp, Vibrio foetus, Trichomonas
fetus.
Tumor pada vagina dan vulva.
Tumor yang sering dijumpai pada vagina dan vulva terutama pada anjing
adalah venereal sarcoma. Tumor ini menyerang semua jenis ras anjing yang
biasanya dijumpai pada anjing-anjing yang sudah dewasa. Tumor bersifat soliter
atau multiple seperti bunga kol berupa nodul dengan ukuran kecil sampai
beberapa cm yang dijumpai pada bagian posterior vagina. Secara histopatologi
dijumpai sel-sel tumor berupa sel-sel limfositik berbentuk ovoid, polihedral.
Bentuk dan ukuran sel sama (uniform). Tumor membentuk stroma. Gambaran mitosis
sering dijumpai.
B. Patologi reproduksi hewan jantan.
1. Skrotum (kulit pembungkus testis)
Kulit skrotum lebih tipis dibandingkan dengan kulit tubuh lainnya. Radang
pada skrotum (Dermatitis skrotalis) sering disebabkan oleh: Dermathopilus congolensis, jamur dan
ektoparasit (eg. Chorioptes sp)
Tunika vaginalis merupakan lapisan dalam dari skrotum. Radang tunika
vaginalis merupakan ikutan dari penyakit TBC, limfadenitis kaseosa, juga dapat
disebabkan oleh penyakit Bruselosis, Trypanosomiasis (Surra), periorchitis dan
epididimitis.
2. Penis dan prepusium.
Kastrasi yang terlalu dini dapat menyebabkan hipoplasia pada penis dan
prepusium. Radang pada glands penis (balanitis),
prepusium (postthitis), penis dan
prepusium (balanoposthitis).
Penyebab balanoposthitis.
1. Herpes virus
2. Corynebacterium renale
3. Haemophilus sunnus
4. Fungi/Clamidia
5. Protozoa
Infectious Bovine
Rhinotracheitis-Infectious Pustular Vulvovaginitis (IBR-IPV)/Herpes virus.
Gambaran patologi anatomi: penis dan prepusium terlihat membengkak, edema,
akumulasi nanah berwarna putih kebiruan. Glands penis mengalami erosi dan
ulserasi. Secara histopatologi: dijumpai nekrosis epitel disertai infiltrasi
sel-sel neutrofil dan limfosit pada daerah radang.
Ulserativ posthitis.
Penyebabnya adalah akibat ekskresi urine yang kaya dengan kandungan urea
disertai dengan infeksi kuman Corynebacterium
renale. Secara makroskopik (PA) daerah radang terlihat berwarna kekuningan.
Epidermis mengalami nekrosis disertai ulserasi. Pada infeksi skunder, prepusium
nampak membengkak berisi urine dan nanah.
3. Tumor pada penis dan prepusium.
1. Fibropapilloma
pada sapi: menyerang glands penis sapi yang berumur antara 1-2 tahun. Tumor
berbentuk multiple dengan diameter beberapa cm serta berwarna pink. Secara
histopatologi gamabran mitosis sangat jelas terlihat.
2. Squamus
cell papilloma pada kuda: Tumor jinak. Daerah tumor mengalami keratinisasi.
Sel tumor kebanyakan berupa sel-sel limfoplasmasitik.
3. Venereal
sarcoma pada anjing: tumor dijumpai pada bagian prepusium, bersifat
multiple atau single dengan diameter beberapa cm. Secara histopatologi sel-sel
tumor bentuknya polyhedral, uniform, dengan gambaran mitosis yang sangat jelas.
4. Testes.
Hipoplasia testes :
Dapat menimbulkan kemajiran. Salah satu testes atau keduanya lebih kecil
dari normal dan terasa lebih keras. Tergantung pada derjata hipoplasianya,
hewan yang mengalami hipoplasia testes masih dapat menurunkan keturunan
walaupun vertilitasnya kurang.
Secara histopatologi hipoplasia testes dapat mengakibatkan terganggunya
tubuli semeniferi, aspermatogenesis sehingga sperma tidak terbentuk. Tubuli
semeniferi dilapisi oleh beberpa lapisan epitel lembaga.
Cryptorchyd:
Yaitu tidak turunnya testes ke rongga skrotum. Penyebabnya faktor keturunan.
Bisa bersifat unilateral atau bilateral. Kebanyakan kasus bersifat unilateral.
Kejadian cryptochyd berkisar antara 1-10%. Tempat terjadinya cryptorchyd
mungkin di kanalis inguinalis atau subkutan pada cincin inguinalis eksternal.
Secara patologi anatomi testes nampak kecil, konsistensinya keras. Secara
histopatologi ditemukan adanya fibrosis dan hipoplasia pada tunika albugenia.
Orchitis:
Yaitu radang pada testes. Secara umum disebabkan oleh: Streptococcus sp, Spatphylococcus
sp, Corynebacterium pyogenes, E. Coli.
Dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Orchitis interstisialis : gambaran PA
tidak jelas, namun secara histopatologi terlihat adanya infiltrasi sel-sel
limfosit pada buluh semeniferi, tubulus rekti dan duktus efferensia.
2. Orchitis intertubuler :
gambaran PA tidak jelas. Gambaran histopatologinya adalah terlihat adanya reaaksi
granulomatosa dengan infiltrasi sel-sel neutrofil, limfosit dan sel-sel datia
pada tubuli semeniferi. Sel Sartoli mengalami hiperplasia dan kalsifikasi.
3. Orchitis nekrotikan. Penyebabnya adalah
infeksi penyakit Brusellosis, traumatik, iskemia. Periorchitis yang bersifat
kronis dapat menimbulkan gangguan suplai darah sehingga terjadi nekrosis.
Secara histopatologi dijumpai adanya nekrosis koagulatif yang dibatasi oleh
sel-sel fibroblas (fibrosis) dengan infiltrasi sel-sel limfosit.
DAFTAR PUSTAKA.
Acland, H. M. (1995). Reproduction System: Female; Male. In: Thomson’s
Special Veterinary Pathology. 2nd Ed. Mosby-Year Book, Inc. 11830
Westline Industrial Drive. St. Louis, Missouri 63146. NY. pp. 512- 560.
Jubb, K.V.F., Kennedy, P.C and Palmer, N. (1985). Pathology of Domestic
Animals. 3rd Ed. Vol. 3. Academic Press, Inc.1250 Sixth Avenue, San
Diego, California 92101. pp. 306-459.
Langganan:
Postingan (Atom)